Page Nav

HIDE

Update

latest

Meningkatkan kesantunan Remaja dalam Berkomunikasi pada Era Digital

remaja di Yayasan Daarul Rahman  Pada era digital, ketika pemilik media sosial dapat menghasilkan konten sendiri, mendorong orang untuk men...


remaja di Yayasan Daarul Rahman 


Pada era digital, ketika pemilik media sosial dapat menghasilkan konten sendiri, mendorong orang untuk menyebarkan konten yang tidak memerhatikan etika. Untuk itu, para remaja perlu meningkatkan kemahiran mereka dalam berkomunikasi pada era digital. 

Sebagai mahluk sosial manusia tidak dapat tidak berkomunikasi. Karena itu, kepandaian berkomunikasi menjadi suatu hal yang penting. Ketidakmahiran berkomunikasi sering mengakibatkan kesalahpahaman. Untuk menghindari hal itu, Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Uhamka  melakukan pelatihan  dengan   memberikan “Penguatan Kesantunan Remaja dalam Berkomunikasi pada Era Digital” pada remaja di Yayasan Daarul Rahman (YDR), Jakarta beberapa waktu lalu. 

“Pada era digital hampir semua orang lebih banyak berkomunikasi melalui WhatsApp. Ini berbeda dengan komunikasi langsung. Dalam komunikasi tatap muka, tidak hanya kata-kata yang harus kita atur, sikap tubuh, tatapan mata dan lengkungan bibir harus kita perhatikan,” ungkap Dra. Tellys Corliana, M.Hum, Dekan FISIP Uhamka. 

Jika tidak, mitra bicara kita bisa tersinggung. “Misalnya, saat berbicara kata-kata sudah kita atur, tapi wajah kita memandang ke arah lain atau bibir kita cemberut, maka penafsiran orang akan lain. Lebih sulit lagi ketika kita berkomunikasi dengan orang asing yang budayanya berbeda dengan kita,” lanjutnya. 

Pada kesempatan yang sama, Dr. Sri Mustika, M.Si., dosen FISIP Uhamka juga menyampaikan, “Jika dalam pergaulan sosial kita mengenal etiket (sopan santun), dalam pergaulan digital juga dikenal nettiquete (netiket). Kata netiket berasal dari dua kata, networks dan etiquette. Artinya, perilaku sesuai etiket ketika berhubungan melalui Internet.  

Salah satu contoh netiket yang perlu diperhatikan adalah ketika kita menulis pesan di WhatsApp, sebaiknya dengan huruf kapital semua. Ini dapat diartikan bahwa kita sedang marah. Ketika mengakhiri kalimat sebaiknya juga tidak menggunakan tanda seru (!) yang berarti memerintah alih-alih meminta tolong. “Hal lain yang dilarang dalam media sosial adalah memaki, mengumpat, dan memperlihatkan gambar yang tidak senonoh,” jelas Mustika. 

The Internet Task Force (IETF), suatu komunitas internasional yang terdiri atas kumpulan peneliti, perancang jaringan dan operator pengoperasian Internet menetapkan ketentuan dalam berinteraksi dalam dunia digital. 
“Di antara ketentuan tersebut adalah keharusan menghargai privasi. Sebelum mengedarkan suatu konten, sebaiknya kita periksa dulu sumbernya. Pada era digital ini semua orang dapat mengunggah konten apa saja, termasuk spam, hoax, atau hasutan. Hendaknya kita mengunggah konten yang positif dan inspiratif,” pungkasnya 


Kegiatan pelatihan ini didukung Lembaga Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) Uhamka. 


Tidak ada komentar