Rencana Kebijakan Baru Dalam Isi Ulang e-Money Yang diKenakan Biaya dan Dampak Perekonomian Menengah kebawah Bagi Indonesia. Rencana Kebijak...
Rencana Kebijakan Baru Dalam Isi Ulang e-Money Yang diKenakan Biaya dan Dampak Perekonomian Menengah kebawah Bagi Indonesia.Rencana Kebijakan Baru Dalam Isi Ulang e-Money Yang diKenakan Biaya dan Dampak Perekonomian Menengah kebawah Bagi Indonesia.

Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) merupakan hasil dari penggunaan uang elektronik. Dengan tujuan sebagai mempermudah penggunaan uang non tunai dalam bertransaksi. Jenis uang Non tunai atau uang elektronik dalam pemakaiannya, kini mulai digunakan untuk pembayaran di berbagai toko modern, kereta api,pintu masuk gerbang toll (GTO), hingga Transjakarta. Uang elektronik atau E-money kini menjadi teknologi pengganti uang tunai. Dalam pengisian ulang e-money, uang tunai pindah ke dalam e-money tersebut dan berubah menjadi saldo tetap dalam e-money. Saldo pun akan berkurang saat mengguakan utk transaksi e-money. Lalu, Bank Indonesia (BI) mempunyai rencana baru akan kebijakan mengenakan biaya saat bertransaksi dalam pengisian ulang atau top-up uang elektronik alias e-money. Di perkirakan besar dari biaya yang akan dikenakan sekitar Rp 1.500 â" Rp 2.000. Gubernur
Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo melontarkan penjelasannya terhadap biaya untuk isi ulang alias top-up untuk uang berbasis elektronik ini. Dalam hal ini memang belum di publikasikan berapa kepastian harga yang akan dikenakan jumlahnya, kebijakan yang masih direncanakan saat ini kemungkinan akan di publikasikan dalam waktu akhir bulan ini. Agus beranggapan, sebab adanya peraturan kenakan e-money untuk jalan tol, maka pembayaran di kerjakan dengan non tunai atau e-money. namun, supaya e-money tersebut tersedia, masyarakat pengguna e-money juga menurutnya harus dijanjikan dengan memfasilitasi yang terbaik dalam pengisian ulang saldo e-money. "Yang ingin saya jelaskan adalah untuk bisa menyediakan fasilitas penjualan kartu untuk pembayaran non tunai di jalan tol, akan tersedia penjualan kartu secara luas. Dan kalau ingin mengisi uang elektronik itu juga tersedia luas," kata Agus kepada wartawan di Kantor
Bank Indonesia Perwakilan Banten, Kota Serang, Jumat (15/9/2017). Ia pun berpendapat, apabila peraturan tersebut tidak dikeluarkan oleh
Bank Indonesia, kemungkinan ketersediaan fasilitas top up uang elektronik tersebut akan terbatas. Dengan catatan, menurut Agus, top up uang elektronik tersebut tidak dalam jumlah besar. "Jumlahnya enggak besar. Tapi kami mohon supaya masyarakat memahami. Kalau kita tidak berikan kesempatan perbankan menambah biaya top up, nanti ketersediaan sarana pengisian akan terbatas," ujarnya. Diramalkan, kebijakan mengenai pengenaan biaya top-up atau isi uang elektronik ini akan di selesaikan sebelum akhir bulan. Sekarang ini, menurut Gubernur BI, pengerjaan sudah dalam bentuk akhir nya. kebijakan ini nanti akan ber bentuk peraturan anggota dewan gubernur
Bank Indonesia dan nanti nya akan di proses lebih lanjut oleh perbankan dan lembaga keuangan. Rencana dari Bank Indonesia (BI) tersebut tentu mendapat respon tanggapan beragam macam, ada yang mendukung, dan banyak juga yang menolak dalam rancana baru kebijakan yang akan dibuat ini. Ada orang yang merasa diri nya dirugikan, karena saat membeli kartu perdana / e-money yang sudah terlebih dulu dikenakan biaya. Kemudian saat dalam pengisian ulang pun dikenakan biaya pula. Rencana baru mengenai kebijakan ini ditentang masyarakat. Berdasarkan data yang diperoleh dari poling twitter detikFinance yang dimulai dari hari Jumat (15/9/2017) sampai hari Sabtu (16/9/2017) sekitar jam 09.00, alhasil lebih banyak yang menolak akan rencana baru kebijakan Bank Indonesia (BI) tersebut. Dari total 10.681 masyarakat yang ikut berpoling, 87% menyatakan mennolak kebijakan. Sisanya 5% setuju kebijakan, dan 8% tidak merespon dalam poling ini. Masyarakat yang mempunyai karttu e-money sangat merasa dirugikan. sebab, saat awal pertama membeli kartu e-money tersebut, masyarakat sudah terlebih dulu dikenakan biaya kartu itu dengan patokan seharga Rp 20.000-50.000 per lembar. jumlah ini di luar saldo pertama yang ada dalam kartu e-money. Kemudian, sekarang ini adanya rencana kebijakan Bank Indonesia (BI) dalam mengisi ulang saldo akan dikenakan biaya lagi. Rencana BI dalam mengeluarkan kebijakan baru mendapat respon ditolak oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Ketua Umum YLKI, Tulus Abadi menyampaikan secara langsung berita ini kepada media saat memberikan keterangan resminya di Jakarta, "Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta agar Bank Indonesia (BI) untuk membatalkan rencana kebijakan baru tersebut," katanya. Menurutnya, rencana kebijakan Bank Indonesia (BI) untuk menjalankan uang elektronik ini dalam memerintahkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) menyanggah dengan lain hal kebijakan kenakan tambahan dalam pengisian pada uang elektroniknya, yang akan di beratkan kepada para pemakai kartu e-money tersebut. Â Sebab, penggunaan kartu e-money ini dilakukan untuk teraturnya sistem pelayanan dan keamanan ketika masyarakat dalam bertransaksi. "Secara filosofis apa yang dilakukan BI justru bertentangan dengan upaya mewujudkan cashless society tersebut," ujar Tulus. "Sungguh tidak fair dan tidak pantas jika konsumen justru diberikan disinsentif berupa biaya top up. Justru dengan model e-money itulah konsumen layak mendapatkan insentif, bukan disinsentif. Pengenaan biaya top up hanya bisa ditoleransi jika konsumen menggunakan bank berbeda dengan e-money yang digunakan. Selebihnya no way, harus ditolak!," lanjut Tulus. Ia juga memberikan komentar terhadap perbankan yang dikira mengakali secara tidak langsung dalam mencari tambahan pendapatan lewat isi ulang e-money tersebut. "Seharusnya keuntungan bank berbasis dari modal uang yang diputarnya dari sistem pinjam meminjam, bukan mencatut transaksi recehan dengan mengenakan biaya top. Apalagi banyak pengguna e-money dari kalangan menengah bawah," tutur Tulus. Herry Trisaputra Zuna, sebagai Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) menganggap hal ini sebagai lanjutan untuk mengamankan kartu uang elektronik (e-money) yang hingga saat ini menjadi berat dalam penyebaran pemakainya. dengan hal ini, ia pun juga berpendapat bahwasanya dalam penggunaan uang elektronik (e-money) pada tujuan awalnya harus semakin berkembang dengan dipermudah, dan semoga enggan menjadikan hal ini sebagai penopang bebban pada para pemakai kartu e-money tersebut. "Saya sih melihatnya harusnya memang dipermudah. Sebagai pengguna, saya sih inginnya jangan ditambah bebannya," ujarnya saat di mintai keterangan di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (15/9/2017). "Tapi bank memang mencoba mengatur, meregulasi, sehingga ini bisa sustain. Tapi sebaiknya memang ya dipermudah. Memang perlu diatur bagaimana mekanisme pengenaannya. Ini tinggal pembebanannya ke mana," pungkas-nya. ia pun memiliki pendapat sendiri sebagai pengguna kartu e-money, dalam pengisian ulang uang elektronik seharusnya bisa gratis saja. Lalu dengan demikian, kalau pun diberatkan kepada koonsmen kartu e-money harus berlandaskan penghitungan yang akurat. "Sebaliknya dengan demikian (gratis). jika pun ada jangan sampai memberatkan konsumen tersebut," ujarnya. Sumber :
https://finance.detik.com/moneter/d-3646148/bi-diminta-batalkan-rencana-isi-ulang-e-money-kena-biaya?_ga=2.144951156.1505945069.1512399037-791344565.1505654198 Gambar :
https://akcdn.detik.net.id/community/media/visual/2016/03/21/408d19b7-ff76-4f31-adaa-2cf891802e39_169.jpg?w=780&q=90 Nama : Muhammad Naufal Nim : 1502025166 Kelas : Manajemen 5A
Tidak ada komentar