Para Muslim yang Coba Gaet Suara Warga Amerika Serikat Muslim di Amerika menjalankan Ramadan (Foto: REUTERS/Amr Alfiky) Pada November 2018,...
Para Muslim yang Coba Gaet Suara Warga Amerika Serikat
Muslim di Amerika menjalankan Ramadan (Foto: REUTERS/Amr Alfiky)Pada November 2018, Amerika Serikat akan menggelar pemilu sela. Dalam pemilihan tersebut, publik Negeri Paman Sam akan kembali memilih wakilnya di Capitol Hill. Sebagian negara bagian akan memilih gubernur. Namun, dalam pemilu sela tahun ini, ada fenomena baru. Pemilihan kali ini jumlah calon yang beragama Islam mencatat rekor terbanyak. Al Jazeera menyebutkan, ada 90 Muslim Amerika yang mencalonkan diri dalam pemilihan tingkat lokal, negara bagian, hingga untuk menjadi anggota Kongres dan Senat.
Baca Juga :
Menang di WTO, Trump Siapkan Sanksi Dagang ke Indonesia Senilai Rp 5 T
Arab Saudi Marah, Penerbangan dan Pendidikan ke Kanada Dihentikan
Berikut sebagian nama besar Muslim Amerika yang akan bersaing pada pemilu sela 2018:
Deedra Abboud (Foto: Twitter @pyramidmedicine)Deedra AbboudPengacara 45 tahun ini coba peruntungan untuk menjadi senator dari Arizona. Deedra mencalonkan diri di negara bagian yang dikenal sebagai red state (negara bagian mayoritas pendukung Partai Republik). Sedangkan dia merupakan anggota Partai DemokratDeedra bukan Muslim sejak lahir. The Washington Post menyebut, dia pindah agama pada usia 20-an. Perempuan yang mengenakan hijab ini bukan berasal dari kelompok imigran, juga bukan warga Afrika-Amerika. Setelah menjadi mualaf, Deedra terlibat dalam dunia advokasi Muslim Amerika. Kegiatan itu dimulainya setelah insiden 9/11 yang menyudutkan uma t Islam di Amerika Serikat terjadi. Keputusan untuk menjadi politisi diambil Deedra setelah melihat masyarakat Amerika Serikat terbelah. "Ketika saya keluarga, teman, dan tetangga terpecah karena serangan verbal, saya harus menjadi bagian yang menyatukan masyarakat dan membawa kita ke depan dengan nilai-nilai Amerika. Hal itu membuat kita menjadi negara paling menginspirasi di dunia," kata Deedra di laman kampanyenya.
Omar Qudrat (Foto: Twitter/Omar Qudrat)Omar QudratBerbeda dengan kebanyakan politisi Muslim Amerika yang merupakan anggota Partai Demokrat, Omar Qudrat memilih Partai Republik sebagai kendaraan politik untuk menjadi anggota kongres. Jika terpilih dia bakal menjadi Republikan Muslim pertama di Capitol Hill. Qudrat menjadi calon anggota kongres mewakili Distrik ke-52 California. Di a akan berhadapan dengan politisi Demokrat Scott Peter yang kini sedang duduk sebagai anggota kongres. Sebelum menjadi politisi, Qudrat adalah pegawai Kementerian Pertahanan Amerika Serikat. Selama menjadi pegawai pemerintah, dia menangani bidang konter terorisme. Qudrat bekerja di sana sejak 2010. Dalam rentang 2011 hingga 2012, Qudrat ditugaskan di Afghanistan. Di sana, lulusan UCLA ini bekerja dengan militer. Dalam wawancara dengan media Israel, Haaretz, Qudrat mengaku tidak mau agamanya menjadi alasan orang memilihnya. "Saya fokus dengan isu, bukan identitas, tapi orang-orang sering bertanya tentang itu (agama) kepada saya. Untuk menyebarkan pesan positif tentang Amerika, saya akan mendiskusikannya," sebutnya.Qudrat juga punya pandangan positif untuk Israel. Dia menganggap negara zionis itu sebagai mitra penting untuk Amerika Serikat. Namun, dia menekan penting ada perdamaian antara Israel dan Palestina. Perdamaian itu, menurut Qudrat, harus ditandai dengan komitmen Pa lestina tidak akan mendanai kelompok teror semisal Hamas.
Tahirah Amatul-Wadud, Calon Senat Amerika Serikat. (Foto: AFP/Timothy A. Clary)Tahirah Amatul WadudTahirah yang berprofesi sebagai pengacara mencalonkan diri sebagai anggota kongres dari Partai Demokrat. Dia ingin duduk di Capitol Hill untuk mewakili Distrik Pertama di Massachusetts. Namun, perjuangan Tahirah tampaknya tidak mudah. Lawannya adalah politikus Partai Republik Richard Neal yang sudah menjadi anggota kongres sejak 1989. Neal juga pernah menjadi wali kota tempat Tahirah tinggal, Springfield. Tahirah punya mimpi memperbaiki kehidupan masyarakat di bagian barat Massachusetts dengan rata-rata angka pengangguran tinggi. Di konstituennya, warga harus mengambil dua pekerjaan demi memenuhi kebutuhan hidup nya. Karena itulah, program-program kerjanya kebanyakan mengedepankan isu kemasyarakatan ketimbang isu keagamaan, karena dia sadar bukan ahli dalam bidang agama Islam."Saya tidak selalu bicara soal agama karena saya tidak ingin memimpin atau melayani dari sudut pandang agama," kata ibu tujuh anak ini kepada AFP.Dia mengatakan tujuannya sekuler, tapi dia mengaku menemukan kekuatan dirinya dalam ajaran agama Islam.Berjuang dengan 300 relawan pendukungnya, Tahirah mengusung program perbaikan jaminan kesehatan, biaya pendidikan terjangkau, dan akses internet kecepatan tinggi.
Calon Gubernur Michigan, Abdul El Sayed. (Foto: Instagram @abdul4michigan)Abdul Al SayedBerbeda dengan Muslim Amerika di atas, Abdul tidak mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Lewat Partai Demokrat, Abdul mencalonk an diri sebagai Gubernur MIchigan. Laki-laki 33 tahun ini merupakan anak dari pasangan imigran asal Mesir. Namun, dia lahir dan besar di Amerika Serikat. Sosok Abdul yang berasal dari kalangan minoritas di Amerika Serikat, mengingatkan publik ke sosok mantan Presiden Barack Obama. The Guardian malah menyebutnya sebagai 'The New Obama'. Sebelum mencoba peruntungan di dunia politik, Abdul merupakan Direktur Kesehatan Michigan. Jabatan itu diakuinya mendorong untuk menjadi gubernur. Abdul ingin menyelesaikan masalah pengelolaan air Flint yang meracuni ribuan penduduk Michigan. Dia kemudian memilih Partai Demokrat sebagai kendaraan politiknya. Maju sebagai calon gubernur dengan identitas seorang Muslim, diyakini Abdul tidak bakal menjenggalnya. Abdul yakin warga Michigan tidak akan melihat agama untuk menentukan pilihan."Warga Michigan kurang tertarik dengan bagaimana saya beribadah. Mereka lebih peduli dengan apa yang saya doakan: keluarga saya, komunitas saya, negara b agian saya, dan negara saya. Ada lebih banyak kesamaan yang menyatukan kita ketimbang mereka yang ingin memecah kita," kata Abdul seperti dilansir dari Aljazeera.**Mengenai tingginya jumlah Muslim Amerika yang terjun ke dunia politik agaknya kontras dengan kondisi saat ini. Amerika Serikat yang tengah dipimpin Donald Trump pada awal masa jabatannya mengeluarkan kebijakan berkesan Islamofobia. Dia melarang Muslim dari beberapa negara untuk masuk ke Amerika Serikat.Namun, kebijakan yang dikenal dengan sebutan Muslim Ban itu dinilai justru memicu fenomena ini. "Salah satu cara untuk melawan (kebijakan Trump) adalah mencalonkan diri, untuk mewakili tidak hanya Muslim tapi nilai Amerika dan masyarakat yang beragam," sebut penulis New york Times Wajahat Ali dalam wawancara dengan Al Jazeera.Sumber: Google News Muslim Network: Koranmu Indonesia
Tidak ada komentar