Dilatar belakangi ketidak merataan pendidikan di Indonesia, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Muhammadiyah PROF. DR. HAMKA (BEM UH...
Dilatar belakangi ketidak merataan pendidikan di Indonesia, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Muhammadiyah PROF. DR. HAMKA (BEM UHAMKA) menggagas UHAMKA Menyala (UM). Gerakan aksi sosial ini sudah masuk ke generasi ke 6, dengan slogan Bersama Menyinari Dunia sebagai bentuk motivasi dan rasa peduli serta dedikasi.
Pada generasi ke 6 ini, UM melibatkan 67 pengajar yang memberikan pembekalan pada 7 sekolah dasar (SD) yang terbagi di 2 Desa yakni Desa Sukamanah dan Desa Ciengang, Kabupaten Sukabumi, Kecamatan Gegerbitung Jawa Barat.
Rasa peduli tanpa dibayar bahkan teman-teman pengajar dari Uhamka Menyala yang harus mengeluarkan uang untuk biaya kehidupan disana, tidak lantas membuat Teman-teman pengajar dari Uhamka Menyala untuk memberikan dedikasinya bekarya membuat anak-anak Indonesia mendapatkan pendidikan yang layak.
"Ini merupakan wadah bagi mahasiswa untuk terlibat dalam aksi sosial. Mahasiswa diajak untuk mengajar baik akademik dan nonakademik dengan metode kreatif. Karena pada dasarnya bukan hanya Jurusan Guru saja yang bisa mengajar, tetapi mendidik adalah tugas orang yang terdidik siapapun bisa ikut andil," kata Wakil Ketua Uhamka Menyala Andika Pratama Zaid dalam keterangan resminya yang diterima redaksi koranmu.com pada Senin (24/04/2019).
UM generasi 6 telah berlangsung pada 8-23 Februari lalu selama 15 hari. Di sana dalam kegiatan, mahasiswa memberikan pelajaran umum, membuat kreativitas. Diharapkan, para siswa dapat memahami dan mempelajari materi yang telah diberikan.
Selain itu diberikan pula pengetahuan mengenai nilai-nilai kejujuran. "UM generasi 6 juga melakukan Pelatihan Guru dan Medical checkup Gratis untuk masyarakat sekitar yang sangat membutuhkan serta pembagian buku pada anak-anak," ungkapnya.
”Pendidikan tidak hanya dipikirkan oleh pemerintah saja, tetapi seluruh lapisan masyarakat haruslah terlibat," paparnya.
Para mahasiswa pengajar ini memiliki latar belakang yang beragam. Antara lain Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP), Farmasi dan Sains (FFS), Fakultas Teknik (FT), Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Fakultas Agama Islam (FAI), Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKES) dan Fakultas Psikologi.
”Menarik nih ngajar di daerah terpencil. Sejujurnya modal saya hanya bonek (Bondo Nekat). Saya ingin berbagi, mungkin nggak muluk-muluk, saya nggak punya spesific skill yang bisa dibagikan, tapi ada hal lain yang bisa saya bagikan,” jelasnya
Andika menceritakan, ia mengalami keadaan yang berbeda jauh apa yang dirasakan, karena perbedaan lokasi yang dimana daerah tersebut di atas gunung jauh dari perkotaan, bahkan ia tidur dengan berlandaskan tiker atau alat tidur seadanya alhasil begitu sangat kedinginan tiap harinya, serta track jalanannya yang kalo di bayangkan seperti di Film Jumanji, licin, rusak, sempit dan dibawahnya terdapat banyak jurang dan hal tersebut tidak terkecuali bagi anak didiknya disana.
”Disana warganya sangat terbuka, namun yang agak sedikit kurang di daerah tersebut sangat sepi jarang warga berkumpul atau berbincang-bincang, memang sih jarak rumah warga tersebut agak berjauhan dan kalo pagi pun hingga menjelang Dzuhur mereka bekerja. Tapi yang paling tidak bisa dilupakan warga disana sangat baik, kalo kita membantu warga berkebun terkadang seusainya berkebun kita di bawakan sayur-sayuran segar” kata Andika.
Mahasiswa yang terketuk karena melihat kondisi pendidikan di Indonesia, merasa mempunyai tanggung jawab untuk menshare apa yang pernah ia rasakan, kepada anak-anak yang tidak merasakan fasilitas yang sama dengan dirinya.
"Jangan harapkan disana anak-anaknya seperti disini. Itu daerah yang saya tinggali selama 15 Hari, itu seperti daerah hutan belantara, yang didalamnya dihuni masyarakat yang menggunakan rumah panggung. Anak-anak sekolah datang penuh dengan lusuh pakaiannya, dan tidak mandi. Malah ada yang bilang sama mamanya karena ada guru baru, mereka minta di setrika bajunya. Karena nggak ada listrik akhirnya ditumpuk pakai buku, biar bajunya terlihat rapih oleh guru baru,” katanya mengingat pengalaman berharganya.
Ia juga mengatakan, tak jarang hewan seperti ayam, anjing liar yang berjumlah banyak memasuki ruang kelas yang ia ajar, dan juga di tempat kita menginap.
”keadaan 7 Sekolahnya berbeda-beda, ada yang tempatnya banyak view indah, dan bahkan ada sekolah relokasi dari bencana musibah longsor karena memang ada dua sekolah yang termasuk dalam Zona Merah rawan bencana alam yaitu longsor, tetapi dengan ada hal seperti itu ada keindahan dan kenikmatan yang bisa kita rasakan,” jelasnya sambil tersenyum.
Ditambahkan Andika, disana para Guru menggunakan sepeda motor untuk akses mengajar, sementara Mahasiswa yang mengajar berjalan kaki dengan medan jalanan tanjakan dan turunan serta licin dan rusak.
”Saya mendapatkan sesuatu yang sangat berharga. Ini tantangan, dan menjadi pengalaman yang mungkin tidak akan pernah saya lupakan dan teman-teman mahasiswa UM ini,” imbuh Andika.
Dengan UM ini diharapkan lebih banyak lagi mahasiswa yang terlibat untuk mengajar di daerah yang masih belum terjangkau. "Kami berharap ini dapat menjadi inspirasi masyarakat untuk bertindak bagi negeri ini. Serta dapat memotivasi siswa untuk bertindak bagi negeri terutama di kawasan pelosok," tutupnya.
Tidak ada komentar