Page Nav

HIDE

Update

latest

Bagaimana Kita Menyikapi Covid -19

Suka tidak suka, rela tidak rela suasana kehidupan akhir-akhir ini dalam semua aspeknya terpengaruhi oleh masifnya berita Corona. Tidak ...



Suka tidak suka, rela tidak rela suasana kehidupan akhir-akhir ini dalam semua aspeknya terpengaruhi oleh masifnya berita Corona. Tidak berlebihan jika kita menyebutnya 'Hari-Hari Corona'. Kondisi demikian merupakan konsekuensi logis dari semakin maju dan canggihnya teknologi informasi dan komunikasi. Apa dan bagaimana terjadi suatu hal di luar negeri nan jauh di sana, serta merta bisa diketahui dari sini secara real time oleh kita. Inilah globalisasi yang sekaligus berefek 'gombalisasi' ditandai dengan maraknya hoax. Beruntunglah orang beriman karena sudah punya filter berita seperti yang dijelaskan dalam Al Qur'an bahwa jika ada berita dari orang fasik maka harus adakan Tabayyun atau konfirmasi, check and recheck.

(یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوۤا۟ إِن جَاۤءَكُمۡ فَاسِقُۢ بِنَبَإࣲ فَتَبَیَّنُوۤا۟ أَن تُصِیبُوا۟ قَوۡمَۢا بِجَهَـٰلَةࣲ فَتُصۡبِحُوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلۡتُمۡ نَـٰدِمِینَ)
[Surat Al-Hujurat 6]

Sekian tahun lalu ketika kami pernah melihat salah-satu lambang Gerakan Pramuka dari seluruh dunia, termaktub di bawah lambang Pramuka dari salah-satu negara Arab tulisan كُنْ مُسْتَعِدًّا artinya Bersiap Sedialah. Motto ini bagus sekali menurut kami karena mengajarkan kita selalu siap lahir bathin, mental spiritual dalam menghadapi berbagai dinamika kehidupan yang semakin cepat, beraneka ragam bahkan banyak yang di luar dugaan dan harapan, termasuk pandemi global virus Covid 19 yang dalam kurun 3 bulan terakhir menginfeksi tidak kurang dari 660.807 orang bahkan menjadi asbab kematian 30.654  orang dari sekira 198 negara di dunia, adapun yang dinyatakan sembuh 141.464 orang.

Corona tidak pandang bulu dalam infeksinya karena yang terkena ada balita, rakyat warga biasa, Dokter/tenaga medis, bahkan hingga Mentri,  Perdana Mentri bahkan Raja. Terpikir untuk ikut memberikan peringatan dan kewaspadaan terutama kepada para anak-anak yang belum dewasa, kami gubahkan lirik lagu Pelangi menjadi: Corona corona alangkah bahaya, bisa nular bagi yang tidak waspada, siapa saja bisa terkena, Corona corona segera sirna. (Coba nyanyikan dan ajarkan kepada para generasi harapan negara dan agama ya).

Tetiba kami ingat sebuah Mahfudzat (Kata Mutiara Berbahasa Arab) yang dalam hemat kami bisa dijadikan panduan umum bagaimana sikap dan langkah kita dalam menghadapi berbagai dinamika kehidupan termasuk wabah virus Corona. Dalam sya'ir tersebut memang maknanya bisa tersurat dan tersirat. Kami berupaya menjelaskan makna tersiratnya yang terdiri dari 4 baris dari Mahfudzat yang berjudul: مِنْ أَمْثَالِ الجَاهِلِيَة النَّظَمِية

تَمَتَّعْ مِنْ شَمِيْمِ عَرَارِ نَجْدٍ # فَمَا بَعْدَ العَشِيَةِ مِنْ عَرَارٍ
_Nikmatilah harumnya bunga 'Arar Nejed # Maka setelah waktu Isya tiada lagi wanginya bunga 'Arar._

Pertama, kita diharuskan bersikap cepat tanggap rensponsif terhadap wabah virus Corona ini. Sangat disesalkan memang bahwa pada saat-saat awal info virus ini menyebar di Wuhan China ternyata sikap pemerintah kita abai bahkan terkesan meremehkan dengan bukti valid yang bisa ditelusuri dari komentar para pejabat semisal Corona tidak akan masuk Indonesia karena susah izinnya, orang Indonesia kebal Corona kebiasaan masyarakat doyan mengonsumsi nasi kucing, virus Corona tidak terdeteksi di Indonesia, penantangan kepada sebuah universitas untuk membuktikan virus covid 19 di Indonesia dan sebagainya bahkan ada salah seorang anggota Dewan yang terhormat memplesetkan Korona dengan kepanjangan Komunitas Rondo (Janda) Mempesona. Tetapi sudahlah karena hal itu sudah berlalu, nasi sudah terlanjur menjadi bubur, tidak perlu disesali tapi disikapi dengan ditambahkan irisan ayam goreng, kecap dan bumbu sedap agar jadi Bubur Ayam Lezat. Jadi, sekarang yang terpenting sekarang bagaimana masing-masing kita jangan lagi terlambat menyikapi virus Corona yang makin menggila. Sebisa mungkin taatilah himbauan dan arahan dari Ulama dan Umara (Pemerintah) seperti Tidak Sholat Jum'at bagi wilayah yang sudah masuk Red Zona, physical distancing atau jaga jarak, rajin cuci tangan yang standar dengan hand santinizer, pakai masker di tempat umum, penyemprotan disinfektan, sampai tidak berkumpul atau berkerumun kecuali sangat emergency.

Hendaknya kita ambil pelajaran dari negara lain yang terlambat menyikapi virus ini yang berakhir kepada kematian massal yang memilukan seperti yang terjadi di Italia, misalnya. Jangan sampai terjadi penyesalan karena penyesalan selalu datang di akhir atau belakangan, jika terjadi di awal namanya pendaftaran. Apakah kita akan mendaftar untuk menyesal?, semoga saja tidak.

لاَ تَقْطَعَنْ ذَنَبَ الأَفْعَى وَتُرْسِلَهَا # إِنْ كُنْتَ شَهْمًا فَأَتْبِعْ رَأْسَهَا الذَّنَبَ
_Janganlah engkau memotong ekor Ular kemudian melemparnya # Jika engkau berani maka potonglah kepalanya._

Kedua, agar problem solving dari virus covid 19 ini efektif dan efisien maka harus diambil langkah fundamental bahkan mungkin radikal yang akan menyelesaikan sumber utama masalahnya. Sebagaimana yang diketahui bahwa masa inkubasi virus Corona cukup lama sekira dua pekan atau 14 hari dan penularannya bisa terjadi secara masif antara lain karena adanya kontak fisik dengan orang yang positif (suspect). Maka kebijakan memutus mata rantai penularan agar tidak semakin banyak Pasian Dalam Pengawasan (PDP) atau Orang Dalam Pantauan (ODP) menjadi sebuah keniscayaan. Apapun istilahnya, baik lockdown, karantina wilayah, social distancing, physical distancing, stay at home, work from home, learning from home dan yang semisalnya harus dilaksanakan dengan sepenuh hati karena terbukti efektif mencegah pandemi virus covid 19 di negara lain seperti Arab Saudi.

Succes History Gubernur Amr Bin 'Ash ketika terjadi wabah Tha'un Amwas di Syam dengan memerintahkan warganya menyebar ke gunung-gunung sangat laik dipraktekkan. Beliau berkata:"Wabah itu seperti Api dan kalianlah bahan bakarnya, maka berpencarlah kalian agar tidak ada yang membakarnya sehingga ia akan padam!". Juga, kisah Raja Semut yang memerintahkan semut-semut rakyatnya untuk masuk ke dalam lobang manakala Nabi Sulaiman AS dan bala tentaranya akan lewat mestinya menjadi inspirasi setiap manusia Indonesia bagaimana teknik self savety dan survive of life.

 إِنِّيْ وَقَتْلِيْ سُلَيْكًا ثُمَّ أَعْقِلُهُ # كَالثَّوْرِ يُضْرَبُ لَمَّا عَافَتِ البَقَرُ
_Sesungguhnya saya dan orang yang saya bunuh Sulaik (nama pemimpin Kabilah) kemudian saya mengikatnya (membayarkan hutangnya) # seperti seekor Banteng yang dipukul ketika seekor Sapi enggan berjalan (karena malas untuk makan minum)._

Ketiga, prinsip keadilan harus ditegakkan dalam penyelesaian permasalahan. Adil itu bukan berarti sama rata tetapi proporsional dan profesional. Fatwa/Himbauan Larangan Sholat Jum'at dan atau sholat Berjama'ah misalnya tidak tepat kalau diberlakukan secara menggenalisir semua wilayah tetapi mesti disesuaikan dengan kondisi nyata serta fakta dan data mana yang termasuk red zona, yellow zona dan green zona. Bahkan lebih bagus diperinci hingga desa per desa. Jangan ada lagi saling menjelekkan antar sesama Umat Islam, misalnya dengan tuduhan: Egois dalam beragama, tidak taat kepada Ulama, tawakkal yang kebablasan dan ungkapan lainnya yang senada. Kenapa?, karena mereka yang tetap melaksanakan Sholat Jum'at dan Berjama'ah juga berlandaskan kepada Fatwa Ulama atau hasil Bahtsul Masaail ulama setempat. Harus difahami bahwa hal ini masuk wilayah Ijtihad maka diperlukan pemahaman untuk menyakinkan bukan dengan ancaman ataupun ejekan.

Demikian pula pemberlakuan karantina wilayah juga tidak bisa 'gebyah uyah' tetapi sesuai kadar masalah masing-masing wilayah. Himbauan untuk tidak mudik pada Lebaran Hari   Raya Idul Fitri nanti juga perlu dicermati dan disikapi dengan memperhatikan berbagai aspek keagamaan, psikologi, ekonomi dan sosial kemasyarakatan agar tidak kontra produktif. Termasuk, ma'âdzallâh min dzâlik, jika ada himbauan larangan Sholat Tarawih, Buka Puasa Bersama, Takbir Keliling hingga Sholat Idul Fitri maka harus benar-benar disosialisaikan dalam suasana persuasif edukatif konstroktif, diberlakukan dengan selektif dan tidak provokatif.

Pemberian insentif bagi para Pejuang Kemanusian yang berada di garda terdepan dalam menangani dan mengobati serta mengurusi pasien covid 19 haruslah berkeadilan. Apalagi kini sudah dimulai banyaknya donasi kemanusiaan untuk penanganan Corona maka diperlukan skala prioritas dalam alokasi penggunaannya. Jangan sampai banyaknya dana juga menjadi penyubur virus korupsi yang telah 'membudaya' menghancurkan sendi-sendi ekonomi negeri ini.

Perlu nampaknya mulai difikirkan dan dipraktekkan sanksi sosial bagi warga masyarakat yang ternyata masih ngeyel dan ndableg serta tidak mengindahkan himbauan Ulama dan Umara dalam upaya preventif penyebaran virus Covid 19 ini sesuai kearifan lokal masing-masing. Sanksi berfungsi untuk memperbaiki diri bukan pelampiasan emosi.

Bahkan rasanya diperlukan juga contoh Pejabat  yang gagal dalam menyelesaikan amanah serta tugas pokok dan fungsi (tupoksi)nya terkait Corona ini untuk mengundurkan diri dan digantikan orang lain yang lebih memiliki kualitas,  kapabilitas dan integritas. Di beberapa negara seperti Belanda dan Ekuador sudah terjadi proses edukasi tentang pentingnya responbility dan tahu diri. Mungkinkah hal ini terjadi di negeri ini?, just wait and see.

أَنْ تَرِدَ المَاءَ بِمَاءٍ أَوْفَقَ # لَا ذَنْبَ لِيْ قَدْ قُلْتُ لِلْقَوْمِ اسْتَقُوْا
_Hendaknya engkau alirkan air dengar air yang lebih layak # Tidak dosa bagi saya (jika mereka tidak mau minum) karena sudah saya sampaikan kepada warga agar supaya mereka minum._

Jika ada orang yang terkena bisa ular maka untuk menetralisirkannya antara lain dengan meminum Air Kelapa Hijau Muda. Namun jika sudah disarankan ternyata yang bersangkutan tidak mau maka kita berlepas diri darinya serta selesai sudah tanggungjawab kita sebagai sesama manusia.

Keempat, menyelesaikan masalah tanpa masalah dan disempurnakah dengan Tawakkal kepada Allah SWT.

Dalam menghadapi virus Corona yang semakin meluas tentu sangat diperlukan semua langkah-langkah preventif maupun kuratif oleh para ahlinya masing-masing. Kita semua berkewajiban ambil peran dan melibatkan diri sesuai kapasitas dan tugas serta otoritas yang dimiliki.

Setelah semua langkah cepat diambil, upaya penyelesaian dari pangkal masalah dilakukan, penyikapan setiap dinamika secara berkeadilan dan terus berihtiar mencari solusi terbaik yang efektif dan efisien maka hendaknya disempurnakan dengan kepasrahan kepada Tuhan Penguasa Alam Semeta Yang Maha Menyembuhkan, Allah SWT.

Mengapa Tawakkal itu penting?, karena dengan bertawakkal kepada Allah SWT kita akan selalu dalam kebaikan, ketenangan dan kebahagiaan: Jika ikhtiar kita berhasil maka tidak akan sombong karena hal tersebut atas izin Allah SWT dan jika ikhtiar kita gagal maka tidak akan stres putus asa karena pada hakikatnya itupun terjadi atas kehendakNya. Nothing to lose.

Agar tidak salah kaprah dalam menerapkan Tawakkal kepada Allah SWT kiranya dialog berikut bisa menjadi pencerahan. Ketika suatu saat ada seorang sahabat yang langsung masuk ke dalam Masjid tanpa mengikat Ontanya maka Rasulullah SAW menegurnya: "Mengapa engkau tidak mengikat Ontamu?", sahabat tersebut menjawab singkat: " Saya telah bertawakkal kepada Allah SWT!". Lantas Beliau menasehatinya: "Ikat dulu Ontamu baru bertawakkallah kepada Allah SWT!". Jadi Tawakkal itu hendaknya di awal, di tengah hingga di akhir sebuah ikhtiar baik ikhtiar lahir maupun ihtiar bathin. Beliau juga pernah mengajarkan: Larilah kamu dari wabah seperti lari dari Singa!. Wallâhu A'lam Bishshawâbi.


Cipining Bogor Barat, Jum'at 2 Sya'ban 1441 H/27 Maret 2020 M.
_Sesederhana apapun tulisan ini didedikasikan sebagai bagian keterpanggilan menyikapi musibah Corona yang sedang menimpa negeri tercinta IndONEsia._

Penulis :Muhlisin Ibnu Muhtarom
Ustadz Darunnajah Cipining