Page Nav

HIDE

Update

latest

Logika Keimanan Dalam Menghadapi Corona

(Hikmah Isra' Mi'raj Untuk Solusi Kehidupan). Dulu ketika kami usia remaja pernah menghadiri Pengajian Peringatan Isra' M...


(Hikmah Isra' Mi'raj Untuk Solusi Kehidupan).

Dulu ketika kami usia remaja pernah menghadiri Pengajian Peringatan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW. Sang Kiai menggunakan analogi untuk memahamkan jama'ah tentang Isra' Mi'raj yang merupakan peristiwa luar biasa tersebut.

Sang Kiai mengandaikan bahwa malam itu ia baru saja pulang dari Jakarta. Berangkat kemarin pagi dari Kendal - Jakarta sekira 10 jam. Begitu pula Jakarta - Kendal ditempuh sekira 10 jam gunakan kendaraan roda empat. Dalam perjalanan Kendal - Jakarta pulang-pergi tersebut ia sengaja membawa seekor Semut yang ditempatkan di tempat khusus.

Singkat cerita, malam itupun Semut tersebut cerita kepada kawan-kawannya dari kalangan semut: "Wahai kawan-kawan, saya kemarin ke Jakarta lihat Monas, Istiqlal, TMII dan lain-lain!", serta-merta merekapun menyanggahnya: "Mustahil, tidak mungkin kamu kemarin ke Jakarta karena sekarang saja ada di sini!".

Mengapa para semut tersebut tidak mungkin percaya dengan informasi dari semut yang baru saja tiba dari Jakarta?, karena mereka hanya menggunakan logika semut yang memustahilkan ada semut kecil dalam durasi sekira 20 jam bisa bolak-balik Kendal - Jakarta.

Akan sangat sulit bagi semut memahami bahwa kawannya ke bolak-balik Kendal - Jakarta sesungguhnya karena dikehendaki dan dibawa oleh Sang Kiai. Hanya para semut yang mau dan mampu 'melompat' dari logika semut ke logika manusia saja yang akan mempercayai bahwa semut tadi benar-benar telah pergi - kembali Kendal - Jakarta.

Nah, demikian pula dulu kualitas Abu Bakar RA yang lebih menggunakan logika keimanan sehingga bisa langsung menyakini bahwa malam itu Rasulullah Muhammad SAW telah mengalami perjalanan dari Masjidil Haram di Makkah menuju Masjidil Aqsha di Palestina bahkan dilanjutkan ke Sidratul Muntaha. Bagi mereka yang hanya menggunakan logika manusia tentu saja akan mengatakan Muhammad gila, ngibul, dusta dan sebarkan hoax!. Sebuah renungan, sekiranya waktu itu kita langsung mendengar kabar Isra' Mi'raj dari beliau akankah kita bisa langsung menyakini seperti Abu Bakar RA?.

Demikian halnya hari-hari ini nan penuh suasana mencekam dan menakutkan disebabkan begitu masifnya berita tentang Corona. Jika hanya mengandalkan logika manusia bisa jadi kita akan paranoid menghadapi dinamika kehidupan. Jadi, orang sekarang bisa sakit terpapar virus Corona atau sakit karena memikirkan 'banjir informasi' Corona.

Memang tidak bisa dinafikkan begitu dahsyat dan ganasnya virus covid 19 ini dalam kurun tiga bulan terakhir menjadi penyebab kematian memelas. Betapa menyayat hati manakala melihat jenazah saudara iman kita tidak bisa diurus seperti pada laiknya baik dari proses pemandian, pengkafanan, minim orang-orang yang mensholati dan mendo'akannya bahkan yang menghatarkannya ke tempat istirahat terakhirpun hanya hitungan jari.

Penyebaran virus yang begitu cepat disertai sedikitnya mereka yang terkena / suspect virus ini merasakan gejala-gejala khusus tetapi ternyata sudah mengidap virus maka menjadi pembenar diambilnya berbagai kebijakan serta langkah preventif seperti sosial distance, working from home bahkan sampai lakcdown. Termasuk optimalisasi penggunaan masker hingga membuatya barang langka dan mahal, juga upaya pengecekan temperatur badan, penggunaan hand sanitinizer, penyemprotan disinfektan dan seterusnya.

Sebagai umat Islam, di samping upaya-upaya lahiriah tersebut hendaknya memaksimalkan juga ihtiar bathiniah dalam mencekal dan mencegah bahkan mengobati virus covid 19 ini. Penyempurnaan wudhu sebagai hydro therahy, istiqomah dalam puasa sunnah, mendirikan sholat dengan khusyu', dawamkan dzikir setiap saat, rutin mengaji dan mengkaji Al Qur'an bahkan hingga rajin sedekah merupakan bagian dari upaya preventif dan kuratif.

Jangan ada yang pernah meremehkan dan mengecilkan arti syariat Islam karena secara komperehensif dan holistik akan berfungsi menjaga: jiwa, harta, akal, keturunan, agama (maqhâshidusy syarîah). Jika masih ada yang kurang yakin dengan hal ini, bisa jadi karena masih dominan gunakan logika manusia biasa dibandingkan dengan logika Ketuhanan/logika keimanan.

Cipining Bogor Barat, 27 Rajab 1441 H/ 22 Maret 2020 M.
Muhlisin Ibnu Muhtarom
Kepala Biro Pengasuhan Darunnajah Cipining, Alumni Magister Pendidikan Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor.