Page Nav

HIDE

Update

latest

Rakyat Butuh Makan, Bukan Darurat Sipil

Penggunaan kebijakan darurat sipil oleh pemerintah dalam menangani masifnya wabah Covid-19 di Tanah Air, suatu langkah  "kebablas...



Penggunaan kebijakan darurat sipil oleh pemerintah dalam menangani masifnya wabah Covid-19 di Tanah Air, suatu langkah  "kebablasan". Darut sipil hanya bisa diterapkan dlm kondisi ketertiban dan keamanan negara tidak terkendali. 
Saya kira saat ini di tengah wabah masif ini negara masih aman dan stabil. Maka langkah karantina wilayah atau pembatasan sosial masih jauh lebih tepat. Saya khawatir aparat keamanan terutama TNI akan bertindak represif.
Sejatinya, masyarakat saat ini sdh sadar tentang arti pentingnya dampak wabah Covid-19 ini. Mereka sdh siap jika ruang geraknya dibatasi dlm konteks social distancing atau physical distancing. Hanya yg dibutuhkan rakyat adalah bagaimana melanjutkan denyut nadi kehidupannya? Bagaimana agar asap dapur tetap mengepul?
Karena itu, pemerintah melalui aparat dan regulasi yg dibuat menjamin ketersediaan pangan dan sembako selama masa karantina. Libatkan perangkat RT, RW, Desa, kelurahan dan dikoordinir oleh Pemda.
Pemerintah tidak boleh lepas tangan untuk memproteksi atau melindungi rakyatnya. Saya kira, pemerintah sdh punya database tentang rakyat yg perlu dibantu. Pihak mana saja yg perlu diberikan stimulasi untuk menggerakkan ekonomi keluarga dan negara. Jangn sampai dalam masa karantina wilayah, rakyat mati kelaparan. Ini tanggungjawab sosial kita semua. Tentu masyarakat sipil dan terutama orang kaya yang selama ini hidup dan menikmati usaha di Tanah Air, jgn lupa kacang dari kulitnya. Mereka harus punya rasa nasionalisme di tengah masyarakat sedang kritis. Mereka jangan banyak buat dalih tuk mempertahankan egoismenya.
Saya kira langkah yg tepat adalah karantina wilayah, dan cabut darurat sipil karena membahayakan nasib rakyat. Bahkan, jika tidak dicabut, suasana akan makin mencekam. Yang bukan tidak mungkin suasana social disorder akan meletus. Rakyat hanya butuh keberlanjutan pangan dan sembako.
Penulis: Mukhaer Pakkanna Rektor ITB Ahmad Dahlan Jakarta