Ketua Dewan Komisioner OJK Wimumboh Santoso menyatakan, tidak heran saat ini banyak bpr tutup karena isu fraud (Dilansir kompas.com pada tan...
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimumboh Santoso menyatakan, tidak heran saat ini banyak bpr tutup karena isu fraud (Dilansir kompas.com pada tanggal 13 Nopember 2020).
Menilik pernyataan di atas, bisa dijadikan momentum bercermin (instropeksi diri) apa yang sedang terjadi di dalam tubuh organisasi masing-masing bpr sekaligus sebagai pelajaran berharga bagi bank lainnya terkhusus untuk BPRSyariah agar tidak terperosok dalam lubang yang sama.
Bank semestinya dalam menjalankan bisnis tetap pada koridor ketentuan, peraturan dan perundang-undangan. Pelaksanaan bank yang mencerminkan keterbukaan, mudah ditelusuri, dapat dipertanggungjawabkan, keputusan serta kebijakan yang tepat serta memberikan keadilan bagi semua pihak.
Prinsip penerapan syariah pada bank sudah pasti mencerminkan penerapan tata kelola yang baik, jika ini diterapkan dengan sungguh-sungguh niscaya akan muncul bank-bank syariah yang sehat. Tetapi sejauh mana dalam prakteknya selama ini? Hanya bapak/ ibulah yang tahu sejauh mana prinsip ini diterapkan di masing-masing institusi dimana berkhidmat.
Namun sebaliknya, apabila bank syariah dalam mengelola bisnisnya tetap menggunakan mind set dan cara-cara biasa yang ada di bank konvensional yakni semata-mata mengejar target volume sementara prinsip syariah dinomor sekiankan tentu bisa dipastikan akan bernasib sama yakni tidak menutup kemungkinan ikut berguguran, naudzubillah min dzalik
Padahal kita tahu bahwa ruh dari BPRSyariah adalah dengan menerapkan prinsip syariah secara kaffah sesuai dengan fatwa-fatwa yang sudah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.
Memaksakan akad jual beli pada setiap pembiayaan sehingga dikenal dengan plesetan BM *Bank Murabahah atau Jual beli Lagi Jual beli lagi bersifat konsumtif (JLJ) bagi nasabah fixed income dengan dalih bank akan lebih mudah dalam melakukan pengawasan dan lebih mudah dalam menghitung pendapatan kedepannya tidak menutup kemungkinan akan melanggar prinsip syariah itu sendiri baik dilihat dari aspek rukun dan syarat jual beli itu sendiri.
Prinsip di atas haruslah sudah diganti dan usang bagi bank yang menggunakan prinsip syariah, mengutamakan prudent dan kepatuhan prinsip syariah haruslah lebih diutamakan. Hal inilah seharusnya yang menjadi pembeda nyata antara BPR yang menggunakan prinsip syariah dengan bank yang menghambakan bunga.
Penerapan kepatuhan syariah yang senantiasa ditegakkan inilah seharusnya menjadi value added dan tolak bala (datangnya keberkahan) dengana senantiasa diberikan solusi dari setiap masalah yang akan muncul dikemudian hari.
Penyebab utama kemunculan masalah, bukan bersumber dari human error(kelalain manusia, membiarkan apa yang sedang terjadi merupakan salah satu kategori lalai) melainkan karena adanya unsur penyebab lain secara alami.
Terlebih penegakkan kepatuhan syariah mempunyai dimensi robbaniyah sekaligus memiliki dimensi insaniyyah dan syumuliyyah sebagai karakter Islam.
Harapan kedepannya BPRSyariah harus lebih kreatif dalam menetapkan produk pembiayaannya dengan tetap mematuhi prinsip syariah, Mengapa demikian?
Pandangan yang penting dropping karena untuk memenuhi pencapaian target sepertinya harus segera di switch dengan mengurangi % porsi dominasi pembiayaan murabahah secara perlahan dengan menambah porsi pembiayaan untuk akad lainnya, seperti penggunaan prinsip bagi hasil dan prinsip sewa atau prinsip lainnya, seperti rahn dan lain-lain. Hal ini juga bisa digunakan sebagai suatu strategi untuk penyebaran resiko yang akan muncul dikemudian hari.
Memaksakan menggunakan akad murabahah pada setiap pembiayaan seringkali akan memunculkan banyak masalah dikemudian hari seperti terlanggar rukun dan syarat serta teknis operasional di bank syariah itu sendiri (seperrti non comply shariah).
Pelanggaran baru mulai terindikasi tercium ada sesuatu yang salah manakala nasabah mulai merngalami batuk-batuk dalam mengangsur pembiayaannya
Menurut hasil penelitian dari salah satu perguruan tinggi bahwa pelanggaran shariah comply di BPRS terbanyak didominasi pada produk murabahah yang berakibat pada peningkatan NPL (Non Performance Loan).
Beragam jenis pelanggaran syariah yang ada di pembiayaan murabahah salah satunya adalah terkait objek jual beli yang tidak sesuai dengan kondisi atau sesuai dengan isi akad. Ditemukan pula objek pembiayaan dikaitkan untuk menaikkan permohonan pagu pembiayaan dengan cara menaikkan harga barang (mark up) dari supplier (untuk barang baru) sedangkan untuk barang bekas (second) menaikkan nilai appraisal/ taksasi barang.
Di sisi lain lemahnya pengawasan mulai dari proses pembiayaan sampai dengan sesudah pembiayaan (before - after) juga menjadi penyebab lainnya.
Keterbukaan atau kejujuran nasabah dan minimnya kepatuhan prosedur serta kompetensi petugas terhadap penguasaan proses pembiayaan dari A - Z yang dikaitkan dengan kelonggaran aspek teknis operasional bank juga adalah unsur terlanggar lainnya.
Faktor lain seperti masih minimnya dual control (minim cross check) di lapangan , petugas semestinya tidak terpaku saja pada kelengkapan administrasi yang di atas kertas sudah terpenuhi namun kesesuaian data yang ada di lapangan sering terlambat terdeteksi.
Penyebab semua ini salah satunya bisa bersumber dan bergantung dari sumber insani yang dimiliki BPRS.
Pembahasan lebih lanjut terkait perilaku dan sikap serta kompetensi sumber daya insani dapat mempengaruhi kinerja BPRS akan disampaikan pada cukilan tulisan selanjutnya.
Demikian cukilan tulisan ini sengaja penulis sampaikan untuk tidak bermaksud menggurui siapapun, cukilan ini tidak pula mewakili seluruh BPRS yang ada di Indonesia namun cukilan ini hanya menggambarkan sebagian BPRS saja yang masih memiliki permasalahan di atas.
Namun dilain pihak, sebagian BPRS lainnya sedang mengalami kondisi fit bagus dan kredible sehingga pertumbuhannya menakjubkan.
Cukilan tulisan ini semata-mata dalam rangka menyampaikan ekpresi penulis sebagai kecintaan dan pemerhati bank syariah sehingga kedepannya bank syariah lebih berkembang dan lebih maju di bumi pertiwi.
Dengan demikian Insha Allah kita akan mendapatkan hikmah dan manfaat dari setiap pelajaran dari kehidupan sebelumnya.
Deni Nuryadin (Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Uhamka)
Tidak ada komentar