Ketua Umum Pimpinan pusat Muhammadiyah Dr Haedar Nashir menyampaikan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) sekarang ini menjadi institusi yang p...

Ketua Umum Pimpinan pusat Muhammadiyah Dr Haedar Nashir menyampaikan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) sekarang ini menjadi institusi yang paling berkuasa di Indonesia hal ini disampaikan pada saat memberi ceramah dalam perayaan Milad Muhammadiyah ke-108 di Aula KH Mas Mansur Pimpian Wilayah Muhammadiyah Jawa timur Surabaya, Sebagaimana diberitakan Pwmu.co pada hari Sabtu (11/11),
“Bapak-bapak bayangkan, Ibu-ibu bayangkan. Kalau ada banyak hal genting baik yang menyangkut substansi dan materi konstitusi, perundang-undangan, nasibnya ada di MK. Begitu juga nanti dalam kemelut kekuasaan. Jika ada Presiden yang menyimpang, ada tahapan-tahapan pada ahirnya nanti ada yang menentukan MK,” ungkapnya.
MPR yang pernah berkuasa di zaman Orde Baru yang sekarang hanya menjadi lembaga AD HOC “Pak Zulkifli Hasan yang jadi Ketua MPR tidak punya kekuasaan. Begitu juga anggotanya,”
Paradoksnya, dulu kita cemas dengan 592 anggota MPR akan berbuat konspirasi, tetapi kita tidak cemas pada Sembilan orang, yang punya kekuasaan melibihi Tuhan dalam menentukan sebuah kebijakan, karena tidak dapat digugat.Lanjutnya
“Kalau Allah itu Maha Pengampun. Bisa kita tawar. Ada rukshah segala. MK ini tidak ada rukshah,” MK tidak bisa bebas dari kepentingan. “Kami yang belajar ilmu politik tahu persis,” keputusan sesorang tak lepas dari tafsir yang dimilikinya. “Kalau hakim tunggal, ya tafsir hakim yang akan menentukan hitam putihnya keputusan,” ucapnya .
Menurut Dr Haedar Nashir Bahwa Relasi antara hakim dan latarbelakangnya sangat menetukan keputusan. “Relasi, kalau tidak verbal, itu emosiaonal dengan kekuatan lain. Kalau dia latar belakangnya warna ini, maka warnanya ini,” MK yang terdiri hanya dari sembilan orang, yang umumnya berisi dari ahli-ahli hukum itu, keputusannya tidak lepas dari latar belakangnya. Keputusan MK soal dibolehkannya penulisan penganut Kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa pada kolom Agama pada KTP, tentu tak lepas dari latar belakang para hakim.
Ketua umum PP Muhammadiyah Yang Menggantikan Prof Din Syamsuddin ini meyanyangkan tentang pejabat yang mengatakan bahwa agama-agama seperti Islam, Kristen, Hindu, atau Budha sebagai agama impor di Indonesia. Sementara yang dianggap asli Nusantara adalah Aliran Kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa.Memutuskan hal-hal itu, tidak cukup dengan pendekatan hukum melainkan harus pula menggunakan sosiologi agama. “Supaya MK lebih cermat, hati-hati dan memahami persoalan dengan sosiologi hukum yang lebih konperehensif, Tutupnya
Tidak ada komentar