Page Nav

HIDE

Update

latest

Menakar Potensi PAD Provinsi Jambi menuju Pendapatan daerah yang berkwalitas.

Pendapatan Daerah pada Provinsi Jambi sebagaimana yang tercantum didalam APBD terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), pendapatan transf...

 Peran   Pasal 33 UUD 1945  terhadap kebijakan tata kelola sungai dan laut indonesia.

Pendapatan Daerah pada Provinsi Jambi sebagaimana yang tercantum didalam APBD terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), pendapatan transfer, dan lain-lain pendapatan  yang sah.
Berdasarkan LKPJ Gubernur Jambi untuk tahun pertama 2016 yang disamapaikan pada rapat paripurna DPRD Provinsi Jambi, senin, akhir maret 2017 yang lalu. Didalammya disampaikan bahwa pada tahun 2016 pendapatan asli daerah yang semula di targetkan sebesar Rp.3.433 triliyun yang terealisasi hanya sebesar Rp.3.394 triliyun, atau sebesar 98,84%.

Walaupun jumlah pemasukan ini, lebih tinggi dari tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp.3,129 triliyun  atau meningkat Rp.264.509 milyar, bertambah 8,45%. Tetapi, PAD 2016 tetap mesti di kaji kembali karena pasih terdapat selisih antara target dan hasil yang di capai. Padahal Dalam buku data base potensi komiditi agro yang di terbitkan eleh dinas perindustrian dan perdagangan Provinsi Jambi tahun 2017, didalamnya menyebutkan bahwa di luar hutan, Perkebunan sawit di Provinsi Jambi 941.565 ha dan ini bisa menjadi potensi peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Provinsi Jambi.

Di bandingkan dengan Provinsi Sumatera Selatan dengan luas  lahan  711.951 Ha (rilis http://www.infosawit.com/01 April 2016) bisa menganggarkan di dalam APBD yang bersumber dari PAD sekitar Rp. 6 Milyat pertahun. Dimana Kebocoran dan ketimpangan pendapatan daerah yang bersumber dari pajak perkebunan sawit di Provinsi Jambi?

Menilik potensi perkebunan sawit yang berada di provinsi Jambi seluas 941.565 ha sangat berpotensi untuk mendongkrak PAD Provinsi, karena perkebunan sawit adalah jenis perkebunan produktif dan bisa multi kelola serta menjadi salah satu komiditi ekspor.Potensi PAD dari provinsi Jambi yang bersumber dari perkebunan sawit dapat di golongkan kedalam 3 potensi perkebunan Kelapa  sawit dalam menunjang pendapatan Pajak Daerah;

Potensi pertama, pajak Bumi dan bangunan dari perkebunan kelapa sawit dengan potensi Pajak PBB 0,5% dan Pajak NJOP 40% dari hasil perkebunan sawit tersebut. Dalam laman Tribun.com, kamis, 14 september 2017, dalam rilis berita "Pekan ini harga sawit  kisaran harga Rp.500" merilis hasil rapat pokja TBS Sawit di Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, kamis (14/9) yang di sampaikan oleh Putri Rainun, Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Jambi, mengatakan, minggu sebelumnya, harga sawit usia 3 tahun Rp. 1.401.85, usia 4 tahun Rp.1.498,09, usia 5 tahun Rp.1.566,92, usia 6 tahun Rp. 1.632,31, usia 7 tahun 1.673.48, usia 8 tahun Rp. 1.709.18, usia 9 tahun Rp. 1.742.76, usia 10-20 tahun Rp. 1.797.76, dan usia 25 tahun Rp. 1.664.24. Apalagi melihat luas lahan yang disampaikan Assosisi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Provinsi Jambi dalam Tribun Jambi.com (2016),  yaitu diperkirakan total lahan sawit di Provinsi Jambi mencapai 1400 ha lahan lebih dan 35 ha belum terkelola dengan baik atau tidak menjadi kebun produktif dan terletak di Kab. Ma. Jambi.Melihat dari potensi yang pertama saja apabila bisa dikelola dengan baik maka akan bisa menghasilkan 40% dari nilai hasil tanah perkebunan sawit di Provinsi Jambi.

Potensi kedua, banyak persepsi petani sawit yang keliru menganggap bawah kewajiban perpajakan sudah terpenuhi karena telah membayar kewajiban Pajak Bumi dan Bangunan(PBB) padahal itu baru pembayaran pajak atas kepemilikan tanah yang digunakan untuk perkebunan kelapa sawit. Atas keuantungan atau penghasilan atas kebun tersebut masih harus membayar penghasilan dan atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari hasil penjualan sawit tersebut.Bagi wajib pajak perkebunan Kelapa sawit yang memiliki obzet di atas 4,8 Milyar berlaku tarif progresif untuk beberapa lapisan penghasilan dengan rentang tarif pajak 5% s/d 30 persen dan dikenankan terhadap penghasilan netto. Sementara wajib pajak yang memiliki omzet setahun s/d 4,8 Milyar, penghitungan pajaknya relatif lebih mudah. Pajak yang terutang adalah 1 % dari nilai omzet. Untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) selama ini atas penjualan produk kelapa sawit seperti Tandan Buah Segar (TBS)  tidak terutang PPN karena termasuk barang kena pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan pajak, sebagaimana di atur didalam peraturan pemerintah No.31 tahun 2007.Untuk itu Pemrintah Harus meminta perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk memberikan laporan rugi laba sebagai lampiran Surat Pemberitahuan kena pajak (SPT) sebagai dasar penilaian nilai kena pajak agar jangan terjadi kembali kebocoran PAD.

Potensi Ketiga, Pajak eksepor olahan kelapa sawit. Potensi utuk CPO yang di catat oleh Departemen perindustrian dan perdagaangan melalui kasi eksport  Desperindag Prov. Jambi (Antaranews.com,  10 Pebruari 2017)," Realisiasi nilai ekspor CPO dan turunannya selama 2016 mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun 2015 yang hanya mencapai 128, 6 juta dolar AS.
Ekport CPO yang merupakan komditi unggulan dari Jambi ini masih didominasi kepasar eropa dan tiongkok  serta sejumlah negara di Asean. Padahal CPO kelapa sawit adalah bahan bakuh industri untuk pangan sebesar 80-85% dan industri Non pangan sebesar 15-20%.Untuk itu perlu di lakukan penjajakan potensi tujuan eksport CPO Sawit bersama pemerintah dan swasta serta mulai harus di susun aturan mengenai pelaporan dan  pengawasan bagi obejek pajak agar tidak ada lagi laporan fiktif dari hasil penjualan olehan kepala sawit. Kita berharap apabila semua aspek pendukung dalam rangka untuk meningkatkan PAD tersebut bisa dilaksanakan secara maksimal, maka harapan peningkatan target maksimal PAD Propinsi Jambi di tahun berikutnya akan tercapai dari satu sektor perkebunan kelapa sawit.


Penulis :
Apridhon Rusadi
Mahasiswa Pasca Sarjana STIE Ahmad Dahlan Jakarta/ Ketum DPD IMM Prov. Jambi 2014-2016.

Tidak ada komentar