Page Nav

HIDE

Update

latest

Ini Keterangan Lengkap Ustadz Abdul Somad Soal Insiden Bali

Ini Keterangan Lengkap Ustadz Abdul Somad Soal Insiden Bali KIBLAT.NET, Pekanbaru- Kedatangan Ustadz Abdul Somad (UAS) ke Bali pada tanggal ...

Ini Keterangan Lengkap Ustadz Abdul Somad Soal Insiden Bali

KIBLAT.NET, Pekanbaru- Kedatangan Ustadz Abdul Somad (UAS) ke Bali pada tanggal 8-10 Desember 2017 sempat menimbulkan kericuhan yang dilakukan oleh oknum masyarakat Bali. Tak tanggung-tanggung, para pericuh menuduh pendakwah asal Riau itu, anti NKRI. Bahkan mereka nekad mengadang dan mencecar Ustadz Abdul Somad dengan kata-kata kasar.

Sepulangnya dari Bali, UAS memberikan keterangan pers dan mengklarifikasi tentang tuduhan-tuduhan yang disangkakan kepadanya. Berikut keterangan lengkap Ustadz Abdul Somad di Pekanbaru pada Senin (10/12/2017):

Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

Saya ringkas dalam lima poin biar lebih fokus. Pertama, kita dalam hal ini seperti kata orang melayu menarik rambut di dalam tepung, rambut ditarik tepung tak rusak. Jangan karena nila setitik rusak susu sebelanga.

Jadi ada komunitas Hin du yang sudah duduk lama bersama umat Islam, lebih kurang 800 tahun. Dan ini dari mulai kerajaan dulu sampailah menyatu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, tidak pernah rusak.

Bahwa ada gles-gles sedikit, bak kata orang Melayu sedangkan telur ayam di sangka lagi besentuh apa lagi hati manusia. Tetapi secara utuh mereka baik.

Sampai hari ini ada suatu daerah kebetulan Allah mempertemukan saya dengan pemilik TPA (Taman Pendidikan Al Quran). Tetapi di situ ada Taman Pendidikan Al Quran yang sebagian tempatnya disediakan oleh orang Hindu.

Nah, jadi saya tidak ingin dapat kabar bahwa pagi kuil bihara yang ada dekat airport katanya tutup karena takut akan kita sweeping. Itu bukan ciri orang Melayu dan kita tidak pernah.

Menghancurkan itu sama berarti menghancurkan budaya kita. Itu pemda yang membangun, sebagai wujud bahwa orang Melayu cinta kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Cinta kepada kebhinekaan. Nah ini per tama sejarah sebelum menjadi NKRI bahwa kita sudah dengan komunitas Hindu Baru.

Kedua, bahwa saya diminta untuk berikrar. Dari awal saya tidak mau berikrar, bukan berarti saya tidak cinta kepada NKRI. Saya tidak perlu berikrar kepada orang yang tidak punya legalitas. Apa legalitas mereka? Otoritas dia harus memaksa saya berikrar di depan dia apa?

Bicara masalah menyanyikan lagu Indonesia Raya, masih ada viral rekamannya. Alhamdulillah, masih bisa dicari hingga saat ini. Di kampung suku Talang Mamak di sana, tujuh jam naik sampan dari Indragiri Hulu, kami menyanyikan lagu dan mengibarkan bendera.

Masalah mencium bendera. Itu sultan, raja sekarang, Malik Salman bin Abdul Aziz mencium bendera. Tidak ada masalah dengan keyakinan saya.

Saya tidak mau didikte oleh orang-orang preman nasi bungkus ini. Itu yang saya tidak mau. Maka ke dapan saya meminta bahwa pemerintah harus menjaga ulama. Kalau tidak umat ak an mengamuk.

Ketiga, bahwa saya diundang sebagai ulama yang ingin didengar fatwanya, yang ingin didengar kata-kata hikmahnya. Saya bukan perampok. Saya bukan pimpinan partai. Saya adalah seorang Muslim yang mau menjenguk saudara saya sesama Muslim.

Dan kalau kita masih merasa satu Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka tidak ada batasan. Sedangkan ke Malaysia saya ceramah diberi saya (izin) seminggu saya bebas keliling. Dari mulai Ipoh, Malaka. Itu pemerintah Malaysia.

Berapa banyak orang datang ke masjid saat saya ceramah. Di masjid Putra Jaya tempat kerajaan, saya berceramah. Oleh sebab itu, ini pukulan berat bagi bangsa kita sendiri. Mengapa di negeri kita sendiri seperti ini. Oleh sebab itu, jangan sampai pula, sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab ini merusak semuanya.

Kepada ke dalam kita sesama Muslim menjadi saling mencurigai, dan keluarnya pula umat Islam dengan Hindu Bali j adi bermasalah. Tetapi, dengan datangnya raja (Bali) yang kesebelas tadi malam. Sepanjang sejarah mereka mengatakan belum mau raja (Bali) datang tabligh akbar untuk menunjukan kepada dunia bahwa tidak ada masalah antara kita. Bahwa tuduhan itu hanyalah tuduhan sekelompok segelintir orang.

Keempat, saya pribadi mengambil hikmah kepada diri saya pribadi, rupanya begitulah perjuangan dakwah. Tidak ada gigi yang patah, tidak ada darah yang tumpah, tak ada kaki yang luka mengeluarkan darah.

Hanya sekedar tekanan-tekanan, ucapan-ucapan, “Ini orang kepalanya mesti dicuci, ini orang seperti PKI, ini orang bangsat,” hanya kata-kata itu. Tetapi, bagi kita orang Melayu yang biasa mendengar kata-kata lembut, kata-kata itu luar biasa (kasar) bagi orang kita.

Maka oleh sebab itu, viral saat itu juga video itu. Itu cara Allah untuk menunjukan kebrutalan mereka yang katanya cinta NKRI, yang katanya kebersamaan yang katanya kebhin ekaan. Omong kosong!

Allah mau tunjukan, ini yang namanya kebhinekaan, mencabut pisau di depan hotel. Memang kita tak punya pisau di Riau ini. Kalau bicara soal pisau. Tetapi kitakan mau menjaga keutuhan, kebersamaan.

Kelima, yang terakhir, dengan adanya ini saya ambil hikmah terakhir tadi sebelum berangkat dari airport di Denpasar. Saya pesankan antar komunitas Muslim buatlah aliansi Muslim Bali. Jangan lagi buat NU, Muhammadiyah, Perti, Persis, Al Wasliyah. Kan Al Wasliyah juga ada di sana. Jangan lagi dilihat FPI apapu sama, asyhadu an laa ilaha ilallah. Apa yang terjadi kepada diri saya sudahlah. Biarlah, biarkan itu berlalu.

Di masa yang akan datang saya tidak ada yang mau lagi, ada ustadz yang mengalami hal yang sama. Andai harus duduk bersama, duduklah secara jantan dengan cara mendonga. Kalau 20 dari meraka, 20 juga dari kita.

Jangan seperti yang saya alami, mereka seenaknya berkata kasar di de pan saya. Cukup saya sendiri yang mengalami itu. Lalu kemudian, sesama Hindu, di sana juga sudah ada yang namanya komunitas Hindu Bali.

Jadi ada hubungan semacam Paguyuban, ini akan terus dijaga. Kalau shaf kita rapat, syaitan tak akan ada. Begitulah untuk perlajaran untuk kita semua di sini. Di Riau kita juga ada sahabat-sahabat sebangsa dan setanah air, dari kalangan Khatolik, Protestan, Hindu, Buddha, Konghucu. Mudah-mudahan kita sebagai bangsa yang besar, mengambil pelajaran yang besar dari pelajaran yang kita ambil ini.

Terima kasih, mohon maaf akhirnya hanya Allah SWT saja yang dapat membalas, budi baik tuan-tuan, puan-puan di kesempatan kali ini. Di tengah kesibukan, hari libur, masih sempat. Bil khusus, Lembaga Adat Melayu Riau kemudian saudara-saudara dari Front Pembela Islam, mudah-mudahan ini menjadi catatan amal shalih untuk kita semua. Amin ya rabbal alamin.

Reporter: Syafi̢۪i Iskandar
Editor: Syafi̢۪i Isk andar

Sumber: Google News | Koranmu Riau

Tidak ada komentar