Page Nav

HIDE

Ads Place

Memperhatikan sikap dan Nalar Kebangsaan Anggota Dewan terkait LGBT

 Membaca berita online media Republika , Sabtu, 20 Januari 2018 Nalar Kebangsaan saya tersentak, bahwa menurut ketua MPR RI sudah ada 5 F...


 Membaca berita online media Republika , Sabtu, 20 Januari 2018 Nalar Kebangsaan saya tersentak, bahwa menurut ketua MPR RI sudah ada 5 Fraksi yang menyetujui LGBT dan Pernikahan Sejenis (dalam rapat pembahasan UU LGBT).

Setelah itu saya teringat dengan materi yang saya bawakan pada Follow Up Akbar kader-kader Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Bantaeng dengan judul "Meneropong Nalar Kebangsaan dan Mengokohkan Jati Diri Kader untuk Meretas Problematika Kehidupan Kontemporer". Judul ini berasal dari saya sendiri yang disetujui oleh ketua PD. IPM Bantaeng

Dengan dasar keprihatinan dari Berita tersebut ingin rasanya saya berbagi ilmu, bicara panjang lebar di depan para anggota dewan  (terhormat itu???) yang menyetujui LGBT dan Pernikahan Sejenis tersebut, tentunya dengan judul yang sedikit berbeda ketika saya bicara depan generasi muda yang berstatus sebagai Kader IPM Bantaeng. Adapun judul yang saya maksud  adalah "MENEROPONG NALAR KEBANGSAAN DAN MENGOKOHKAN JATI DIRI ANGGOTA DEWAN UNTUK MERETAS PROBLEMATIKA KEHIDUPAN KONTEMPORER".

Menurut saya, para anggota dewan tersebut penting untuk memahami dan menginternalisasi materi tersebut di atas. Minimal agar mereka mampu melahirkan sikap, pemikiran dan tindakan yang tidak menodai Nalar Kebangsaan kita, dalam hal ini salah satunya adalah Pancasila.

Memperhatikan sikap Anggota Dewan (terhormat???) tersebut di atas, mungkin tidak berlebihan jika saya simpulkan bahwa pemahaman Pancasila nya, masih tidak jauh berbeda atau persis sama dengan pemahaman anak Sekolah Dasar (SD) atau mungkin hanya bahan hapalan semata dan bahkan mungkin di antara mereka tidak fasih lagi menghapal Pancasila.

Salah satu point penting ketika saya membawakan materi tersebut di depan Kader IPM Bantaeng bahwa Pancasila jangan hanya dijadikan sebagai bahan hapalan semata atau hanya menjadi rukun (hal penting) pada saat upacara bendera tetapi Pancasila wajib dipahami secara ideologis.

Dalam hal tersebut Pancasila menjadi pedoman hidup, Pancasila harus menjadi seperangkat prinsip, doktrin dan teori yang menyediakan kerangka interpretasi dalam memahami realitas kehidupan (tentunya dalam hal ini terutama, realitas kehidupan berbangsa dan bernegara) dan mengandung level operasional dari keyakinan dan pengetahuan realitas konkret.

Atau mungkin mereka para Anggota Dewan tersebut telah salah memahami Perspektif HAM. Ingat dan penting kita bedakan bahwa HAM dalam Perspektif Barat harus bahkan wajib bagi saya sendiri berbeda dari Perspektif ke-Indonesia-an.

Kenapa wajib bagi saya membedakan HAM dari Perspektif Barat dan Perspektif ke-Indonesia-an karena sebagaimana Muhammad Hatta dalam Yudi Latif Yudi Latif Dua (2011) posisi prinsip Ketuhanan dari posisi pengunci ke posisi pembuka, "Ideologi negara tidak berubah karenanya, melainkan negara dengan ini memperkokoh fundamennya, negara dan politik negara mendapat dasar moral yang kuat". Dengan demikian, fundamen moral menjadi landasan dari fundamen politik (, Dari sila kedua sampai sila kelima)

Dan terakhir ingin rasanya para anggota dewan (terhormat???) yang mendukung LGBT dan Pernikahan Sejenis agar memiliki, membaca, memahami secara mendalam dan tuntas buku NEGARA PARIPURNA, Historitas, Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila karya Yudi Latif untuk selanjutnya diaplikasikan dalam dimensi praksis, agar benar-benar Anggota Dewan adalah Anggota Dewan yang terhormat.

AGUSLIADI
Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Bantaeng, Sulawesi Selatan.

Tidak ada komentar

Ads Place