Page Nav

HIDE

Ads Place

Fatwa Merokok

Fatwa Merokok Fatwa Merokok Ini sebagai upaya peningkatan status kesehatan masyarakat, melalui peningkatan pengetahuan dan kesadaran masy...

Fatwa Merokok

Fatwa Merokok

Ini sebagai upaya peningkatan status kesehatan masyarakat, melalui peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat

Fatwa Merokokdok BPostKH Husin Naparin

Oleh: KH HUSIN NAPARIN
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Provinsi Kalsel

Bulan lalu, Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan mengirim surat kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Kalsel, meminta dukungan MUI berkenan memfasilitasi memasukkan pesan bahaya rokok dan upaya berhenti merokok dalam materi Khutbah Jumat pada 19 Januari 2018.

Ini sebagai upaya peningkatan status kesehatan masyarakat, melalui peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap bahaya rokok pada kesehatan. Karena waktunya mepet, pengurus MUI Kalsel tidak sempat mensosialisasikan, juga para khatib hari itu sudah memiliki materi khutbah tertentu untuk disampaikan kepada jemaah.

Sebenarnya MUI sangat memperhatikan akan maslahat masyarakat dunia akhirat, sehingga telah banyak membuat fatwa tentang kehidupan ini, memberikan petunjuk kepada umat, termasuk masalah bahaya merokok.

Dalam Ijtima̢۪ Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia di Padang Panjang, Sumatera Barat 24-26 Januari 2009 telah dibahas masalah hukum merokok. Banyak muncul perbedaan pendapat ulama yang mewakili masing-masing MUI di Indonesia; sebagian menyatakan merokok haram secara mutlak, yang lain menyatakan makruh secara mutlak, dan ada lagi yang berpendapat mubah secara mutlak.

Sidang dapat dikatakan serius dan alot. Tidak ada kepentingan-kepentingan yang membonceng pembahasan ini, yang dilakukan dari berbagai sisi dan perspektif yang berbeda-beda. Memang ulama memiliki idiom, bahwa “Bukan ulama yang menentukan atau menetapkan hukum, tetapi Allahlah yang menetapkan hukum, ulama hanyalah menggali dan menjelaskan hukum yang mungkin.” (Dr H Akbarizan MA M.Pd, Ketua Komisi Fatwa MUI Kota Pekanbaru).

Dalam Ijtima̢۪ tersebut dicapai keputusan yang diktumnya. a) Bahwa hukum merokok tidak wajib. b) Hukum merokok tidak sunat. c) Hukum merokok tidak mubah. Peserta Ijtima̢۪ Ulama sepakat memutuskan:

Pertama, hukum asal merokok adalah khilaf (terjadi perbedaan pendapat) antara makruh dan haram. Kedua, merokok di muka umum (wilayah publik hukumnya haram). Ketiga, merokok bagi wanita hamil hukumnya haram. Keempat, merokok bagi anak-anak hukumnya haram.

Kelima, merokok bagi pengurus MUI hukumnya haram. Beberapa waktu berselang, Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah (MTT Muhamadiyah) no.6/SM/MTT/III/2010, tanggal 9 Maret, mengeluarkan fatwa yang mengharamkan rokok; Kendati Muhammadiyah sebelumnya masih menganggap rokok sebagai suatu yang mubah. (Ali Trigiatno, Dosen STAIN Pekalongan, Jurnal Pen elitian, Vol.8, no.1, Mei 2011, hal.57-76).

Pernah terpampang kampanye anti rokok, “Merokok menyebabkan penyakit serangan jantung, kanker, impotensi, gangguan pada kehamilan dan janin.” Ungkapan ini sama sekali tidak diperdulikan oleh perokok. Lalu muncul ancaman, “Merokok membunuhmu.” Lagi-lagi ungkapan ini berlalu bagai angin. Apakah artinya khutbah kampanye anti rokok? Sedang kampanye rokok melebihi kampanye anti rokok. Lihat saja baleho-baleho dan iklan di TV.

Kementerian Kesehatan meminta sejumlah kalangan, termasuk ulama untuk kampanye anti rokok, tetapi kementerian lain mengizinkan produksi rokok dan kampanye rokok hebat-hebatan. Ulama yang kampanye anti rokok terbentur dengan ulama perokok, bahkan terbentur dengan pejabat yang perokok. Hukum dan ancaman apapun, termasuk fatwa, barangkali tetap tidak dipedulikan, jika sudah kecanduan.

Seorang tukang becak, duduk nongkrong di dalam becaknya sambil merokok. Hari itu Ahad, sudah pukul 10.00 Wita. Ia ditegur oleh seorang pejabat yang kebetulan jalan santai di hari itu, “Pak, merokok membahayakan kesehatan.” Si tukang becak menjawab, “Pak, sejak pagi tadi saya menarik becak hanya mendapat uang lima ribu rupiah. Saya tidak bisa beli sarapan, karena nasi bungkus harganya enam ribu. Lalu saya beli rokok sebatang seribu rupiah, saya isap sehingga saya lupa bahwa perut saya lapar.”

Artinya, ia merokok karena keadaan. Orangtua (ibu) saya sendiri perokok berat, juga karena keadaan, dimana setiap subuh harus menyadap karet, berhadapan gerombolan nyamuk yang tiada hentinya. Ia terpaksa merokok untuk mengusirnya, sehingga kecanduan. Ia sadar betapa bahaya rokok.

Anak-anaknya dilarangnya merokok, sehingga penulis sebagai anaknya tidak pernah merokok. Setelah mendengar adanya fatwa yang mengharamkan rokok, ibu saya sanggup berhenti total dari merokok. Berhenti merokok sepertinya tergantung kepada pribadi masing-masing; Barangkali tidak ada kekuatan yang dapat mencegahny a kecuali diri masing-masing. Jika keinginan kuat untuk berhenti, seseorang akan berhenti merokok. (*)

Editor: BPost Online Ikuti kami di Panik Antar Ibu ke RS, Wanita Ini Kaget dengan Perlakuan Polisi yang Mendekatinya di Bundaran HI Sumber: Google News | Koranmu Kalsel

Tidak ada komentar

Ads Place