Riwayat Organisasi Pembaca dan Penghafal Al-Qur'an NU Tahun 1950-an atau masa Orde Lama kepemimpinan Presiden Soekarno, kabinet Indonesi...
Tahun 1950-an atau masa Orde Lama kepemimpinan Presiden Soekarno, kabinet Indonesia berganti-ganti, jatuh bangun. Menteri dari NU seperti KH Wahid dan KH Masykur sempat masuk ke dalam kabinet. Keluar. Masuk lagi. Maklumlah waktu itu Indonesia baru beberapa tahun merdeka.
Salah seorang menteri waktu itu, KH Wahid Hasyim masih sempat memikirkan organisasi Al-Qurâan. Tak heran memang, dia merupakan seorang penghafal Al-Qurâan, putra Hadratussyekh KH Hasyim Asyâari.
Sebelum Jamâiyyatul Qurra Wal Huffazh berdiri, di setiap daerah di Indonesia telah berdiri organisasi atau perkumpulan para ahli qiraâat dan penghafal Al-Qurâan. Organisasi-organisasi tersebut sebenarnya mempunyai tujuan yang sama, ialah menghimpun dan mempersatukan para ahli qiraâatul Qurâan serta memelihara kesucian al-Qurâan.
Selain itu, juga bertujuan untuk mempelajari segi bacaan (tilawah) dan hukum-hukum tajwi d maupun qiraâat. Selanjutnya, mempelajari isi yang terkandung di dalamnya guna diamalkan oleh setiap umat Islam di Indonesia, sekaligus untuk menyebar-luaskan (dakwah Islamiyah) seni bacaan Al-Qurâan sesuai dengan hukum-hukum tajwid dan qiraâat sebagai pedomannya.
Di antara organisasi para ahli qiraat dan penghafal al-Quran yang tersebar di daerah di antaranya: Jam`iyyatul Huffazh di Kudus, Jawa Tengah, Nahdlatul Qurraâ di Jombang, Jawa Timur, Wihdatul Qurraâ di Sulawesi Selatan, Persatuan Pelajar Ilmu Qiraâatul Qurâan di Banjarmasin,Madrasatul Qurâan di Palembang, Jam`iyyatul Qurraâ di Medan Sumatera Utara
Atas inisiatif KH A. Wahid Hasyim, seorang hafizh, pada tanggal 17 Ramadhan 1370 atau tepatnya tahun 1951 dicetuskanlah berdirinya sebuah organisasi yang menghimpun para ahli qiraâat, qariâ dan penghafal Al-Qurâan dengan nama Jamâiyyatul Qurra` Wal Huffaz.
Untuk mewujudkan ide tersebut, maka dipersiapkan beberapa tenaga muda dan orang tua, g una menyusun pengurus sementara, terdiri dari:
1. KH. Abu Bakar Aceh (pimpinan/ ketua)Pada perkembangan selanjutnya, organisasi ini memiliki maras seperti berikut ini:
2. KH. Nazaruddin Latif (wakil pimpinan)
3. KH. Tb. Manshur Maâmun (sekretaris)
4. KH. Asmuni (urusan keuangan)
5. KH. Ahmad Nahrawi (pembantu)
6. KH. Muhammad Rojiâun (pembantu)
7. KH. Moh. Arief (anggota)
8. KH. Djamhur (anggota)
9. KH. Darwis Amini (anggota)
10. KH. Muhammad Kasim Bakri (anggota)
11. KH. Muhammad Saleh (anggota)
12. H. Abdurrahim Martam (pembantu)
13. KH. Wahab Hasbullah (penasehat)
14. KH. Masykur (penasehat)
JamâJamâiyyatuna jamâiyyatul qurraâiJamâiyyatuna jamâiyyatul huffazhiLi tarbiyyati abnaâiz zamaniâAn zhulmati jahlil insaneLi thalabi ridlair rahmani
Iâlamu wanhadlu wasbiqu wadkhuluFi tahsini qiraâatil qurani Ya Rabbanaâ¦Ya Rabbana atmim lanaYa Rabbana wafiq lana Ya Rabbana wakhtim l ana Wahdina fi sabilil qawim Jamâiyyatuna jamâiyyatul qurraâiJamâiyyatuna jamâiyyatul huffazhi Li tarbiyyati abnaâiz zamaniâAn zhulmati jahlil insaneLi thalabi ridlar rahmani Hayya⦠Ikhwnana ahlal qurâaniHayya⦠Ihkwanana ahlal furqani Iâlamu wanhadlu wasbiqu wadkhuluFi tahsini qiraâatil qurani Ya Rabbanaâ¦Ya Rabbana atmim lanaYa Rabbana wafiq lana Ya Rabbana wakhtim lana Wahdina fi sabilil qawimi
Pada zaman Orde Baru, organisasi ini, sebagaimana banom NU yang lain, mengalami kevacuman. Lalu pada akhir kepemimpinan KH Abdurrahman Wahid di PBNU, organisasi ini dihidupkan kembali. Namun, tidak berjalan dengan baik. Organiasi ini kembali dihidupkan pada masa Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi. Ia menunjuk KH Ahsin Sakho Muhammad dan KH Muhaimin Zen untuk mulai menghidupkannya kembali. (Abdullah Alawi)Sumber: Google News Network: Koranmu Indonesia
Tidak ada komentar