Page Nav

HIDE

Update

latest

Haedar Nashir: Tidak Hanya Mengejar Tiket Surga, Berdakwah Perlu Cara yang Empati dan Simpatik

  Surabaya - Dalam Rapat Koordinasi dan Halaqah Nasional Da’i, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir di depan para peserta da...


 
Surabaya - Dalam Rapat Koordinasi dan Halaqah Nasional Da’i, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir di depan para peserta dari LDK PWM dan da'i yang bertugas di kawasan tertinggal, terluar dan terpencil (3T) yang diselenggarakan Lembaga Dakwah Khusus (LDK) pimpinan pusat Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Surabaya, menyampaikan apresiasinya atas terselenggaranya pertemuan nasional ini (14/12/2018).

Dalam kesempatan itu, Haedar Nashir menyampaikan bahwa acara ini penting dan strategis, meski pekerjaan LDK terbilang sunyi. Kenyataannya tidak banyak peminatnya dan tidak begitu populer.

“Lembaga ini punya pekerjaan yang sulit dan tidak mudah. Apa yang sudah dilakukan oleh LDK menunjukkan tanda-tanda kemajuan,” paparnya.

Dalam pidato itu, Haedar mengatakan, jika muhammadiyah sudah mengazam sesuatu, daya dorongnya sangat tinggi. Tantangan dakwah muhammadiyah semakin tinggi, semakin berat. Karena itu perlu strategi khusus. 

Dalam realitas sosial, dapat disaksikan bersama telah terjadinya perubahan peta dakwah. Belakangan ini hadirnya komunitas-komunitas baru juga membutuhkan kehadiran da’i-da’i Muhammadiyah yang memiliki wawasan keislaman yang mumpuni.

“Agar bisa melahirkan Islam sebagai petunjuk maka masih memerlukan kemampuan dan strategi baru,” tuturnya. 


Dalam perkembangannya komunitas-komunitas baru memerlukan materi dan model dakwah khusus. Setelah reformasi kelompok puritan segera mendapatkan tempat di masyarakat. Karena masyarakat membutuhkan suatu kepastian nilai. Di beberapa kota-kota besar misalnya, mereka menjadi majelis taklim dan kelompok tarekat baru, pungkasnya.

Dalam dinamika politik sekarang ini, ada kecenderungan politik yang mengeras, dan melahirkan kecenderungan politik identitas. Sehingga ormas-ormas besar yang ada menjadi tumpuan untuk membimbing moral ke arah kehidupan masyarakat.

Haedar juga mengatakan, jika ada persoalan moral keagamaan, maka yang menjadi rujukannya adalah ormas Islam besar seperti Muhammadiyah. Dalam usia Muhammadiyah yang ke-106 tahun, kita patut bersyukur bahwa telah dianugerahi kemampuan mengelola amal usaha. Karena itu kita wajib untuk merawatnya.

Kita harus yakin dengan potensi yang telah dimiliki. Sudah sepantasnya untuk berjuang serta mengembangkannya. Kita memiliki modal berupa kepercayaan, rekam jejak dan jaringan yang luas untuk mengembangkan Muhammadiyah. “Organisasi dakwah harus menawarkan tiket ke surga bagi umatnya dengan cara-cara yang empati dan simpatik,” tutupnya.

Tidak ada komentar