Ibadah shoum diwajibkan bagi mu'min (orang yang beriman) sebagaimana dalil naqli Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 183. Iman merupa...
Ibadah shoum diwajibkan bagi mu'min (orang yang beriman) sebagaimana dalil naqli Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 183. Iman merupakan tingkat lanjutan setelah Islam, dan puncaknya adalah Ihsan.
Kalau ada orang Islam (muslim) tidak mau berpuasa tanpa adanya 'udzur syar'i berarti dia belum mu'min, dan tentu lebih sulit lagi untuk menjadi muhsin.
Iman memang hak prerogatif Allah SWT. Siapa yang dikehendakiNya mendapat cahaya Iman maka akan tercerahkan. Namun bagi yang tidak dikehendaki maka akan senantiasa dalam kegelapan.
Sejarah para Nabi Allah SWT telah memberikan gambaran yang sangat jelas betapa hidayah Iman ini tidak ada kaitannya dengan nasab keturunan dan kekerabatan.
Perhatikan ketika Nabi Nuh AS 'protes' kenapa putranya yang bernama Kan'an tidak dianggap oleh Allah SWT sebagai anggota keluarganya, maka jawaban Allah SWT sangat lugas dan jelas: إنه عمل غير صالح sesungguhnya ia telah berbuat yang tidak semestinya yaitu menolak ajakan ayahnya untuk naik perahu keselamatan (Islam) dengan jawaban سآوي إلى جبل يعصمني من الماء saya akan mendaki gunung yang akan melindungi saya dari air/banjir. Akhirnya Kan'an termasuk golongan orang yang tenggelam di lautan (kelalaian dan kesesatan).
Khalilullah Ibrahim AS juga tidak mampu menjadikan ayahnya yang bernama Azar untuk mendapat cahaya Iman. Justru Azar berprofesi sebagai pembuat patung berhala yang disembah kaum Namrud.
Hatta Baginda mulia Rasulullah Muhammad SAW juga tidak sanggup mengislamkan paman yang membela dan melindungi dari gangguan kafir Qurays yaitu Abu Thalib.
Dalam hadits yang cukup panjang dijelaskan bahwa ketika Abu Thalib dalam keadaan gharghar jelang sakaratul maut maka Rasulullah menalqinya untuk melafadzkan kalimat Tauhid sehingga akan ada garansi masuk syurga, namun di sisi lain Abu Jahal melarangnya mengikuti ajakan Muhammad.
Akhirnya Abu Thalib wafat tanpa melafadzkan kalimat Tauhid, maka betapa sedih dan galaunya Rasulullah sehingga Allah SWT berfirman:
إنك لا تهدى من أحببت ولكن الله يهدى من يشاء
Sesungguhnya engkau tidak akan sanggup memberikan hidayah kepada orang yang engkau cintai sekalipun, tetapi Allah SWT akan mengaruniakan hidayah bagi siapa saja yang dikehendakiNya.
Walhasil, kita wajib bersyukur bahwa ALLAH SWT menghendaki kita dengan HidayahNya, padahal kita bukan anak Nabi, bapaknya Nabi ataupun pamannya Nabi.
Semoga ibadah Shoum yang sedang kita jalani ini akan menjadi bukti sekaligus buah keimanan kita, siapapun kita dan orang tua kita bahkan nenek moyang kita. Sudah sangat jelas bahwa keturunan secara biologis tidak pasti berbanding lurus dengan 'keturunan' secara ideologis.
إذا إنتمى منتم إلى أحد، فإني منتم إلى أدبي
Ketika orang bangga mengaitkan keturunannya dengan seseorang, maka saya akan mengaitkan dengan adab (agama, iman) saya.
Karena......
ليس الفتى من يقول كان أبي، بل الفتى من يقول هأناذا
Bukanlah seorang pemuda yang berkata ini bapakku adalah (seseorang yang berkedudukan), tetapi seorang pemuda adalah yang berkata inilah aku (pemuda Islam).
Sebagaimana nasehat yang kami dengar langsung dari Grand Syaikh Dr. Yusuf Qardhawi di depan para santri Darunnajah Jakarta pada awal 2007:
يبني، إذا سئلتم أنتم ابن من؟ فقولو أنا ابن الإسلام!
Wahai anakku, kalau kamu ditanya anaknya siapa kamu?, maka jawablah: Saya Anaknya Islam.
Proud to be a good moslem!.
والله أعلم بالصواب.
Akhukum Fillah,
penulis: Muhlisin Ibnu Muhtarom Ustadz Pondok Pesantren Darunnajah Cipining Bogor