Page Nav

HIDE

Update

latest

FISIP UHAMKA Selenggarakan Seminar Pengembangan Kurikulum Siap Kerja

Jakarta – Pada era industri 4.0 perguruan tinggi perlu merancang kurikulum untuk mempersiapkan lulusan agar memiliki keterampilan yang se...


Jakarta – Pada era industri 4.0 perguruan tinggi perlu merancang kurikulum untuk mempersiapkan lulusan agar memiliki keterampilan yang sesuai dengan zamannya, kreatif, dan mengerti etika. Pada masa sekarang semua hal bisa diperoleh melalui Internet, namun jangan sampai kita menggunakan karya orang lain atas nama kita. Plagiasi harus dicegah. Kita harus kreatif, tetapi harus menjaga orisinalitas. Karena itu etika menjadi pilar dari semua hal.Demikian menurut Prof. Dr. Rudy Harjanto, M.Sn, Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Moestopo (Beragama) dalam seminar daring yang diadakan Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA (FISIP UHAMKA) Jakarta, Sabtu (4/7).

    Dalam seminar yang bertajuk Pengembangan Kurikulum Ilmu Komunikasi dalam Mempersiapkan Dunia Kerja di Era Revolusi Industri 4.0” hadir pula tiga pembicara lain, seperti pakar kehumasan Dr. Nico Wattimena, Pemimpin Redaksi Metro TV, Arief Suditomo, dan CEO Tirto.id, Sapto Anggoro dan moderator Farida Hariyati, M.IKom.

    Dekan FISIP UHAMKA, Dra. Tellys Corliana, M. Hum. saat membuka seminar yang diikuti seratusan dosen Ilmu Komunikasi dari berbagai universitas di seluruh Indonesia ini mengatakan, “Pendidikan menjadi sektor yang paling bertanggung jawab dalam menyiapkan generasi muda menghadapi era yang penuh persaingan. Saat ini semakin banyak perubahan kebijakan pendidikan tinggi setelah muncul gagasan kampus merdeka. Untuk itu diperlukan langkah-langkah antisipatif. Salah satunya melalui pengembangan kurikulum guna mempersiapkan lulusan yang unggul di bidangnya dan mampu bersaing di dunia kerja, terutama dalam industri komunikasi.”

    Sependapat dengan Rudy, pakar kehumasan Nico Wattimena juga memandang perlunya etika dalam kegiatan Public Relations (PR). PR berhubungan dengan pers dan juga para stakeholder.

“Tanpa dilandasi etika, maka dalam hubungan-hubungan tersebut bisa terjadi hal yang negatif. Kalau dari awal kita lepas dari etika, maka ke depannya akan terus seperti orang yang tidak beretika. Belajar etika memang membosankan, namun ini penting. Etika harus selalu ada dalam mata kuliah komunikasi,” ungkap Nico.   

Arief Suditomo menekankan, bagi para lulusan yang ingin bekerja di bidang penyiaran ada empat hal yang perlu dimiliki: keingintahuan terhadap berbagai aspek, penguasaan IT dan berbagai perangkat lunak, jejaring, dan bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Anggota DPR dari Fraksi Hanura (2014-2018) ini melihat banyak sarjana yang ketika bersaing terkendala dalam hal bahasa Inggris.

Senada dengan Arief, Sapto mengatakan perlunya penguasaan logika, matematika, dan etika. Alasannya, dalam dunia jurnalistik, logika yang lemah akan menimbulkan fallacy (pikiran yang keliru). Dalam era big data, jurnalis perlu memahami matematika, karena data yang ada perlu dianalisis dengan statistika yang dasarnya adalah matematika.

“Tanpa analisis statistika, data yang ada tidak akan bermakna apa-apa,” ujar Sapto yang mendirikan Tirto.id pada Februari 2016."

Kontribusi Berita dari   Farida Hariyati, S.I.P, M.I.Kom.  Ketua Prodi Ilmu Komunikasi UHAMKA