Tahun 2018 ini akan terjadi lima gerhana, yang terdiri dari 3 gerhana Matahari dan 2 gerhana Bulan. Rinciannya seperti terlihat pada ta...

Tahun 2018 ini akan terjadi lima
gerhana, yang terdiri dari 3 gerhana Matahari dan 2 gerhana Bulan. Rinciannya
seperti terlihat pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Gerhana Bulan dan
gerhana Matahari yang terjadi di tahun 2018
Gerhana
|
Tanggal
|
Status
|
Seri Saros
|
Gerhana Bulan
|
31 Januari 2018
|
Total
|
124
|
27 Juli 2018
|
Total
|
129
|
|
Gerhana Matahari
|
15 Februari 2018
|
Sebagian
|
150
|
13 Juli 2018
|
Sebagian
|
117
|
|
11 Agustus 2018
|
Sebagian
|
155
|
Khusus untuk gerhana Bulan tanggal 31
Januari 2018, merupakan gerhana Bulan ke-49 dari 73 gerhana Bulan pada seri
Saros ke 124. Yang menjadi unik adalah gerhana Bulan pada 31 Januari 2018
merupakan gerhana pertama yang terjadi pada tahun 2018, selain itu gerhana ini
juga memiliki beberapa sebutan, diantaranya adalah gerhana Bulan total, super
Moon, dan blue Moon.
Blue Moon
Mengapa disebut bluemoon ? Dikatakan bluemoon
karena pada saat terjadi gerhana Bulan, Bulan berada pada kondisi purnama, dan
purnama pada tanggal 31 Januari 2018 adalah purnama yang ke-2 pada bulan
Januari 2018. Bulan purnama kedua yang terjadi pada bulan yang sama disebut bluemoon
atau Bulan biru. Sebagai catatan, Bulan purnama pada bulan Januari 2018 terjadi
dua kali yaitu pada tanggal 2 Januari 2018 dan tanggal 31 Januari 2018.
Super Moon
Super Moon adalah sebutan
untuk kondisi Bulan yang purnama sekaligus berada pada posisi terdekat dengan
Bumi dalam orbitnya atau disebut Perigee yang mengakibatkan ukuran Bulan
akan terlihat lebih besar. Jika dibandingkan dengan jarak terjauh Bulan atau
disebut Apogee maka perbedaannya sekitar 14%. Berdasarkan data dari
www.AstroPixles.com, Perigee terjadi pada tanggal 30 Januari 2018, pkl.
09.54 UT atau Pkl. 16.54 WIB, dengan jarak 358.995 km. Lihat Tabel 2 di bawah
ini.
Gerhana Bulan Total 31 Januari 2018
Gerhana Bulan total yang juga
sekaligus dengan momen Super Moon dan Blue Moon pada 31 Januari
2018, untuk lokasi DKI Jakarta (-6o10’27,84” LS, 106o49’45,84”BT)
kontak pertama Bulan dengan bayangan semu atau are Penumbra terjadi sebelum
Bulan terbit, yaitu sekitar pkl. 17.51.15 WIB, dan Bulan baru terbit pkl.
18.09.15 WIB dengan Azimut 73o. Maka saat Bulan terbit, untuk
wilayah DKI Jakarta sudah mengalami gerhana Bulan penumbral. Selanjutnya, Bulan
kontak pertama dengan area bayangan nyata atau umbra pada pkl. 18.48.27 WIB.
Bulan masuk pada area umbra sepenuhnya pertama kali pada pkl. 19.51.47 WIB, dan
mencapai puncak gerhana pada pkl. 20.29.50 WIB. Bulan lepas dari area umbra
pada pkl. 22.11.11 WIB dan kontak terakhir Bulan dengan area penumbra pkl.
23.08.27 WIB. Seperti diperlihatkan pada Gambar 3, Gambar 4, Gambar 5 dan Tabel 3 di
bawah ini.
Tabel 3. Momen-momen
gerhana Bulan Total untuk lokasi DKI Jakarta
No
|
Waktu (WIB)
|
Kode
|
Keterangan
|
1
|
17:51:15
|
P1
|
Kontak pertama Bulan dengan area penumbra
|
2
|
18:48:27
|
U1
|
Kontak pertama Bulan dengan area umbra
|
3
|
19:51:47
|
U2
|
Saat pertama seluruh muka Bulan berada pada area umbra
|
4
|
13:29:50
|
Greatest
|
Puncak gerhana Matahari total
|
5
|
21:07:51
|
U3
|
Saat terakhir seluruh muka Bulan berada pada area
umbra
|
6
|
22:11:11
|
U4
|
Kontak terakhir Bulan dengan area umbra
|
7
|
23:08:27
|
P4
|
Kontak terakhir Bulan dengan area penumbra
|
Shalat Gerhana Bulan
Bagi umat Islam, momen gerhana Bulan
juga gerhana Matahari bukan hanya menjadi momen alam biasa, namun Allah SWT
memerintahkan untuk dilaksanakannya shalat sunnah gerhana.
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِىِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ خَسَفَتِ الشَّمْسُ فِى حَيَاةِ
النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَصَفَّ
النَّاسُ وَرَاءَهُ ، فَكَبَّرَ فَاقْتَرَأَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً ، ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً ،
ثُمَّ قَالَ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ . فَقَامَ وَلَمْ يَسْجُدْ ، وَقَرَأَ
قِرَاءَةً طَوِيلَةً ، هِىَ أَدْنَى مِنَ الْقِرَاءَةِ الأُولَى ، ثُمَّ كَبَّرَ
وَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً ، وَهْوَ أَدْنَى مِنَ الرُّكُوعِ الأَوَّلِ ، ثُمَّ
قَالَ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ ، رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ . ثُمَّ سَجَدَ ،
ثُمَّ قَالَ فِى الرَّكْعَةِ الآخِرَةِ مِثْلَ ذَلِكَ ، فَاسْتَكْمَلَ أَرْبَعَ
رَكَعَاتٍ فِى أَرْبَعِ سَجَدَاتٍ ، وَانْجَلَتِ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَنْصَرِفَ
، ثُمَّ قَامَ فَأَثْنَى عَلَى اللهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ ثُمَّ قَالَ هُمَا
آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ ، لاَ يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ
، فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَافْزَعُوا إِلَى الصَّلاَةِ
[رواه البخاري والنسائي وأحمد]
Dari ‘Ā’isyah, istri Nabi saw, [diriwayatkan
bahwa] ia berkata: Pernah terjadi gerhana matahari pada masa hidup Nabi saw,
lalu beliau keluar ke masjid dan jamaah berdiri bersaf-saf di belakang beliau.
Rasulullah saw bertakbir lalu beliau membaca qiraat yang panjang, kemudian
beliau bertakbir dan rukuk dengan dengan rukuk yang lama. Lalu beliau
mengucapkan sami‘allāhu liman ḥamidah dan berdiri lurus, kemudian tidak sujud,
melainkan membaca qiraat yang panjang, tetapi lebih pendek dari qiraat pertama,
kemudian beliau ruku yang lama, tetapi lebih singkat dari rukuk pertama.
Kemudian beliau membaca sami‘allāhu liman ḥamidah, rabbanā wa lakal-ḥamd.
Kemudian beliau sujud. Kemudian pada rakaat kedua (terakhir) beliau mengucapkan
ucapan seperti pada rakaat pertama, sehingga terpenuhi empat rukuk dan empat
sujud. Kemudian sebelum beliau selesai, matahari lepas dari gerhana. Kemudian
beliau berdiri dan mengucapkan tahmid untuk memuji Allah sesuai dengan yang
menjadi kepatutan bagi-Nya, lalu beliau bersabda: Sesungguhnya matahari dan
bulan adalah dua tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak gerhana karena mati dan
hidupnya seseorang. Jika kamu melihat keduanya, segeralah mengerjakan salat [HR
al-Bukhārī, an-Nasā’ī, dan Aḥmad].
Khususnya bagi warga Muhammadiyah,
memperhatikan fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
tanggal 9 Jumadil Akhir 1437H/18 Maret 2016M, tentang “Shalat Gerhana ketika
Gerhana Bulan Penumbra” (lihat:
https://tarjih.or.id/fatwa-tarjih-shalat-gerhana-ketika-gerhana-bulan-penumbral/)
yang menyatakan gerhana Bulan penumbra tidak di sunnahkan untuk melaksanakan
shalay sunnah gerhana, juga fatwa tanggal 15 Rajab 1429H/18 Juli 2008M tentang “Shalat
Kusufain (Shalat Gerhana)” (lihat: http://www.fatwatarjih.com/2011/06/shalat-gerhana.html)
yang menyatakan bahwa shalat kusufain dilakukan oleh orang yang mengalami momen
gerhana.
Memperhatikan data-data mengenai
gerhana Bulan total tanggal 31 Januari 2017, dan sebaran wilayah yang megalami
gerhana, dimana untuk wilayah Indonesia secara keseluruhan merupakan wilayah
yang dapat mengalami gerhana, maka dianjurkan untuk melaksanakan shalat sunnah
gerhana, khususnya wilayah DKI Jakarta dan seluruh wilayah Indonesia.
Memperhatikan fatwa tertanggal 18 Maret 2016M, maka untuk lokasi DKI Jakarta
misalnya, baiknya pelaksanaan shalat gerhana dimulai antara pkl. 18:48:27 WIB
hingga pkl. 22:11:11 WIB
Penulis:Adi Damanhuri, M.Si adalah Dosen UHAMKA dan Sekretaris ISRN (the Islamic Science Research Network) UHAMKA. dan merupakan Anggota Divisi Hisab MTT PWM DKI Jakarta.
Penulis:Adi Damanhuri, M.Si adalah Dosen UHAMKA dan Sekretaris ISRN (the Islamic Science Research Network) UHAMKA. dan merupakan Anggota Divisi Hisab MTT PWM DKI Jakarta.
Tidak ada komentar