Page Nav

HIDE

Ads Place

Pandangan Islam tentang Persatuan

EUFORIA demokrasi lima tahunan saat ini sedang melanda masyarakat di Indonesia. Semua elemen masyarakat ramai membincangkan tentang pe...


EUFORIA demokrasi lima tahunan saat ini sedang melanda masyarakat di Indonesia. Semua elemen masyarakat ramai membincangkan tentang pesta demokrasi ini, mulai dari perbincangan di warung nasi, warung kopi, sampai kelas instansi.
Bermacam sudut pandang penilaian pun mulai bermunculan di tengah masyarakat, mulai dari partai politik yang menjadi pilihan, politikus yang dianggap mampu menyejahterakan, hingga iklan partai politik mana yang bisa membius hati khalayak ramai dengan segala program kerja dan gagasan yang ditawarkan.
Perbedaan-perbedaan pun terus bermunculan sampai pada hari H pergelaran pesta rakyat diselenggarakan. Tidak jarang perbedaan pandangan yang menggerogoti pola pikir masyarakat tentang kepemimpinan ini menjadi bahan perpecahan yang kemudian menjelma menjadi gerakan-gerakan sektoral di tengah masyarakat.
Kalau sudah demikian, biasanya bukan hanya menghasilkan masyarakat yang lemah akan persatuan, melainkan juga masyarakat akan lambat dalam mengatasi masalah. Bagaimana mungkin bisa mengatasi persoalan di tengah masyarakat, sedangkan masyarakat itu sendiri centang perenang?
Sering, oleh karena perbedaan-perbedaan tersebut, masyarakat terdorong membuat gerakan kubu tersendiri yang tentunya mengancam persatuan dan kesatuan. Pergolakan pemikiran masyarakat awam tentang politik pun tak ubahnya hanya menjadikan politik sebagai kambing hitam, serta membuat masyarakat makin alergi terhadap politik yang seharusnya menjadi seni dan semangat untuk mencapai suatu tujuan demi kemaslahatan bersama.

Dinamika Politik dalam Islam
Islam yang merupakan agama universal, global (mujmal), dan paripurna (kafah). Tidak hanya dari segi kehidupan beragama yang diatur, Islam juga mengatur tentang politik (siyasah), kepemimpinan (imamah), dan ketatanegaraan (dusturiyah).
Dengan kata lain, Islam tidak semata-mata mengatur tentang kehidupan beragama, tetapi juga mengatur tentang kehidupan berbangsa dan bernegara. Indonesia yang secara garis besar mayoritas penduduk muslim tentu kental dengan implementasi teori yang mengatakan bahwa agama dan politik harus saling bermetamorfosis.
Agama membutuhkan negara dan negara pun membutuhkan agama, terlepas dari individu itu memilih aliran sekularis dalam pandangan berpolitiknya, yang beranggapan negara dan agama harus dipisahkan, tidak ada sangkut paut dan hubungannya antara agama dan politik.
Islam ketat perihal mengatur tata cara pemilihan imam (pemimpin) dengan bahasa kiasan dikatakan "Untuk menjadi makmum siapa saja boleh, tetapi tidak setiap orang bisa jadi imam (pemimpin)”. Sebab, sejatinya imam adalah yang akan memimpin orang banyak.
Dalam fikih kontemporer mengiaskan tentang ciri orang yang layak diangkat menjadi imam, di antaranya yang paling alim dan mengerti tentang sesuatu yang akan dipimpinnya. Kemudian, jika ditemukan dua orang yang alim dan mengertinya tergolong sama, pilih yang paling fasih dalam arti yang paling mudah dimengerti oleh para rakyatnya.
Jika ditemukan lagi orang yang alim dan fasihnya sama, baru pilihlah yang paling sepuh dan matang dari segi pengalaman keilmuan serta kredibilitasnya. Kalau masih ditemukan juga yang alim, fasih, dan kredibilitasnya sama, barulah angkat paling yang tahu dan mengerti tentang lingkungan sekitarnya.
Demikian sekilas Islam memberikan gambaran tentang kelayakan seseorang untuk dijadikan pemimpin. Oleh karena itu, selektif dalam memilih pemimpin itu penting dan bahkan ada syarat, kriteria, dan ketentuan yang terbilang ketat dan objektif, mulai dari memperhatikan visi-misinya sampai kepada rekam jejaknya. Sebab, riwayat calon pemimpin akan selalu berpengaruh dengan penilaian masyarakat ramai.
Pengaruh besar pun dapat kita temui dari masing-masing figur dan tokoh-tokoh besar baik yang berasal dari internal maupun luar eksternal. Misal, tokoh ulama maupun tokoh masyarakat dan cendekiawan yang saling berbeda pandangan satu dengan yang lainnya. Saling berkompetisi dalam bidangnya masing-masing dengan pola basis masa yang terbilang tidak sedikit. Tidak jarang dari kalangan artis dan seniman juga ikut andil yang sekarang sudah mulai ramai berkecimpung di dunia politik.
Islam yang hadir sebagai agama rahmat dan kasih sayang bagi seluruh alam ini memberikan banyak tuntunan seputar kehidupan berdemokrasi yang aman, nyaman, damai, dan tenteram seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad saw dan para sahabat. Islam dengan legawa mengindahkan berbeda pendapat dalam memandang sesuatu. Halal dalam Islam berbeda pendapat. Yang haram itu berpecah belah, saling bermusuhan hanya karena pandangan saling bertolak belakang, berpecah-belah hanya lantaran berbeda pilihan partai politik, capres, dan caleg di tengah masyarakat.
Dalam pepatah Arab, kita sering mendengar ungkapan “Al jama'atu rahmatun wal farqu adzabun‘Kebersamaan itu adalah rahmat perpecahan adalah azab’. Selain itu, Islam juga sangat mengecam tentang perpecahan, percerai-beraian yang mengancam keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara (Ali-Imran : 103).
Dalam hal apa pun bentuk pemilihan, besar harapan rakyat Indonesia yang menginginkan memiliki pemimpin serta wakil-wakil rakyat yang memang tulus ikhlas dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya bukan hanya mengedepankan ego pribadi ataupun golongannya.
Selaras dengan itu, Alquran juga memberikan tuntunan kepada orang-orang yang beriman dalam bangsa Indonesia agar senantiasa tunduk dan patuh terhadap pemimpinnya (ulil amri) sepanjang pemimpin itu tidak zalim dan menyimpang dari pada tugas-tugasnya (An Nisa: 59).

Sumber : http://www.lampost.co/berita-pandangan-islam-tentang-persatuan.html

Tidak ada komentar

Ads Place