Jakarta - Halal Haram Pajak dalam sebuah seminar selalu menarik untuk diulas. Apalagi perdebatan ini sudah cukup panjang dalam fiq...
Jakarta - Halal Haram
Pajak dalam sebuah seminar selalu menarik untuk diulas. Apalagi perdebatan ini
sudah cukup panjang dalam fiqh ulama dunia. Hari ni Program Studi D3 Perpajakan
menyelenggarakan Seminar bertajuk Perpajakan dalam Perspektif Syariah di Aula
AR. Fachruddin FEB-UHAMKA. Ada tiga pemateri yang didaulat menjadi penerang
soal Pajak dalam Syariah. Selasa (27/11/2018).
"Baginya acara ini
sangat penting guna memberikan pemahaman akan perdebatan Pajak secara Syariah" ungkap Nuryadi Wijiharjono selaku Dekan FEB-UHAMKA saat membuka kegiatan seminar.
Sekitar 300 peserta hadir dan menyemarakkan Seminar bertajuk Perpajakan dalam Perspektif Syariah.
Pemateri
pertama dinarasikan oleh Gus Fahmi salah seorang pegawai Pajak yang konsen
dalam kajian Pajak secara Syariah.
"Banyak konteks transaksi di luar
zakat yg dilakukan di zaman Rosulullah seperti kharaz, jizyah, dharibah
dan usr juga al maks" jelas Gus Fahmi (27/11).
"Konteks al maks yang sering dianggap sebagai petugas pajak
berbeda dengan saat ini yang ada. Karena al
maks diartikan sebagai orang yang memalak harta untuk kepentingan sendiri,
berbeda konteks dengan lembaga perpajakan yang ada
sekarang yang semua
penerimaan pajak masuk kas negara" tambahnya.
“Zakat hanya digunakan untuk 8
asnaf, sedangkan untuk kepentingan pembangunan jalan jrmbatan dan gaji PNS
tidak bisa diambil dari zakat sehingga ada penerimaan negara di luar zakat yang
sangat relevan saat ini. Apalagi bila kita lihat di negara indonesia, pajak memilki
kontribusi 85%. Sehingga apa yang terjadi jika banyak muslim yang anti mrmbayar
pajak. Bisa terjadi kekacauan.” tutup Gus sapaan akrabnya sekaligus Perwakilan dari
Kepala KP2KP Lubuk Sikamping Kanwil Direktorat Dirjen Pajak Sumbar dan Jambi.
Hal ini senada dengan pemateri
kedua dari Rumah Fiqh Indonesia yang diwakili oleh Ustadz Firman Arifandi,
LL.B., LL.M.
“Bagi saya membedakan pajak dan zakat, dalam konteks ushul fiqh.
Selalu melibatkan ahlak di atas ketentuan fiqh.” kata Firman selaku Dewan
Assatidz Rumah Fiqh Indonesia.
Selanjutnya penjelasan dari KH.
Dr. Endang Mintarja, MA selaku Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PW. Muhammadiyah
DKI Jakarta. Menurutnya konteks ushul fiqh dalam maslahah mursalah terkait
pajak secara ke Indonesiaan. Bahwa pemungutan pajak tidak boleh dholim apalagi
memajaki satu objek dengan pajak berkali-kali.
Tidak ada komentar