Page Nav

HIDE

Ads Place

Jokowi Kenakan Sarung Sambut Tahun Baru 2019

TERNYATA ada sebuah filosofi kuat dibalik peristiwa Presiden Joko Widodo (Presiden Jokowi) mengenakan sarung saat menyambut tahun bar...



TERNYATA ada sebuah filosofi kuat dibalik peristiwa Presiden Joko Widodo (Presiden Jokowi) mengenakan sarung saat menyambut tahun baru 2019.

Ya, Presiden Joko Widodo (Presiden Jokowi) dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo memilih tetap berada di Wisma Bayurini, Istana Kepresidenan Bogor, saat menyambut tahun baru 2019.

Meski tidak merayakan ke luar kediaman, Jokowi yang ditemani putra bungsunya Kaesang Pangarep, memandang tahun baru 2019 dengan penuh optimisme.

"Ya seperti hari-hari biasa. Seperti hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu. Enggak ada (perayaan khusus), yang paling penting 2019 optimis, optimis, optimis," ujar Jokowi dalam keterangan Biro Pers Kepresidenan, Bogor, Senin (3/12/2018) malam.

Pada kesempatan ini, Presiden mengundang beberapa pedagang angkringan ke Istana Bogor.

Ia bersama anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) serta pegawai Istana Kepresidenan Bogor santap malam bersama dengan menu dagangan angkringan.

Sekira pukul 22.10 WIB, Jokowi yang tampil santai memakai sarung dan kaos putih dibalut jaket hitam, keluar menuju halaman Wisma Bayurini.

Ia kemudian ikut bergabung bersama para Paspampres, polisi, dan pegawai Istana Bogor yang sedang mengantre untuk mengambil makanan.

"Silakan, silakan. Ambil yang banyak," ujarnya kepada salah seorang Paspampres yang mengantre di depannya.

Sate ayam, sate kambing, dan sate sapi menjadi salah satu menu yang disajikan malam itu. Selain itu ada juga bakmi dengkul, dan wedang ronde.

Selesai santap malam dan berinteraksi dengan pedagang dan para Paspampres, Presiden kembali ke dalam Wisma Bayurini.

Sementara itu salah seorang Asisten Ajudan Presiden Kapten Teddy Indra Wijaya mengatakan bahwa keluarga Presiden Jokowi memang tidak merayakan momen pergantian tahun secara khusus.

"Kalau buat Bapak (Presiden) dan keluarga itu ya memang enggak merayakan tahun baru. Malam tahun baru ya biasa saja, seperti malam-malam lainnya. Seperti malam ini, kita semuanya di kediaman Bapak di Istana Bogor, ditraktir Bapak," tandasnya.

Filosofi Kain Sarung Untuk Pilpres 2019

Kain sarung yang dipilih Presiden Jokowi untuk menyambut tahun baru 2019 ternyata penuh makna filosofis.

Bupati Kabupaten Kampar, Jefry Noer, pernah mengungkapkan filosofi kain sarung tersebut.

“Kain sarung mengandung filosofi yang luar biasa. Mengapa? karena kain sarung jika dikenakan untuk menutup kepala, maka kaki akan kedinginan dan jika ditutup kaki, maka kepala kedinginan,” kata Jefry Noer, di Desa Kubang Jaya, Kecamatan Siak Hulu, Kampar, Senin (9/3/2015),seperti dilansir aktual.co.

Menurut dia, kain sarung mengandung makna filosofi yang dalam, mengajarkan orang untuk senantiasa belajar untuk menerima hidup apa adanya tanpa meninggalkan perjuangan demi masa depan yang cerah.

“Orang yang pintar, ketika mengenakan kain sarung yang tidak sampai ke kepala dan kaki, maka akan menggulungkan tubuhnya hingga menyerupai udang dan pada akhirnya tertutup kepala dan kaki. Jadi tidak lagi kedinginan,” katanya.

Menurut Jefry, maksa filosofi kain sarung sangat luar biasa, mengajarkan orang untuk sabar dan mencukup-cukupi apa yang ada, hanya bagaimana memutar otak agar mendapatkan yang belum ada.

Jangan coba-coba, kain sarung itu ditambah lebar dan panjangnya, karena menurut dia hal itu justru akan mengubah namanya menjadi selimut, tidak lagi kain sarung.

Selain itu, lanjut Jefry, kain sarung juga memiliki kegunaan yang banyak, selain untuk selimut juga bisa untuk shalat, dan bisa juga untuk handuk dan kerudung penutup kepala.

Maknanya menurut dia adalah, orang yang hidup dengan filosifi kain sarung akan mampu hidup walau dengan kondisi susah, dan akan mudah memecahkan segala persoalan yang dihadapinya.

Jefry Noer menceritakan, dirinya merupakan orang yang senantiasa belajar dari pengalaman hidup susah. Ketika kecil, meski keluarga merupakan kalangan orang berada, namun dia telah merasakan hidup susah sebagai pedang kue.

“Ketika itu umur saya masih kurang dari sepuluh tahun, masih duduk di bangku sekolah dasar. Namun saya telah merasakan susahnya hidup, mencari uang dengan berjualan kue,” katanya.

Jefry juga mengatakan, dirinya sempat tidur di pinggur jalan, dekat emperan toko bersama teman-teman semasa itu. “Makna filosofi kain sarung telah saya pelajari sejak saat itu. Ditutup kepala kaki kedinginan, ditutup kaki kepala kedinginan. Hingga akhirnya saya menggulungkan badan hingga kain sarung menutup kepala dan kaki,” katanya.

Dalam hidup, demikian Jefry, belajaar untuk susah adalah hal paling sulit bagi setiap orang, namun untuk senang tidak harus diajarkan. Maka terpenting dalam hidup, adalah bagiamana menerima situasi sulit untuk kemudian senang dikemudian hari.

Jefry Noer kecil menjalani hidup dengan jerih payah. Namun dia akhirnya menjadi sosok yang kuat, penuh semangat, hingga menjalani kehidupan menjadi pengusaha sukses.

Pada 2001, Jefry Noer terpilih menjadi Bupati Kabupaten Kampar. Kemudian sempat kembali menekuni bisnisnya pada 2006-2011 dan akhirnya didorong kembali oleh masyarakat untuk mencalokan diri sebagai bupati menggantikan Burhanuddin (bupati 2006-2011).

Jefry akhirnya kembali memimpin Kampar sejak 2011 hingga saat ini. Dalam kepemimpinannya, dia mengedepankan Program Lima Pilar Pembangunan yakni meningkatkan akhlak dan moral masyarakat, peningkatan ekonomi masyarakat, peningkatkan sumber daya manusia, peningkatan kesehatan dan peningkatan infrastruktur.


Sumber: http://wartakota.tribunnews.com/2019/01/01/ternyata-ini-filosofi-jokowi-pilih-kenakan-sarung-di-malam-tahun-baru-2019-terkait-pilpres-2019

Tidak ada komentar

Ads Place