Page Nav

HIDE

Ads Place

Ekspektasi dan Realita Dalam Hidup

Manusia memang paling suka berandai, membayangkan sesuatu dalam sebuah kenikmatan, dalam sebuah keyakinan. Kita mengerti, seakan masa ...



Manusia memang paling suka berandai, membayangkan sesuatu dalam sebuah kenikmatan, dalam sebuah keyakinan.

Kita mengerti, seakan masa depan ada dalam genggaman tangan. Semua akan terlaksana dalam tujuan, yang terpenting mau maju, mau berusaha, karna dalam pikiran kita semua itu sudah pasti ada jalannya.

Kita termasuk pengandai ulung, ekspektasi kita berada dalam lingkup beberapa tahun kedepan. Tapi ternyata ada yang lebih "indah" dari semua pengandaian, ya! Namanya kenyataan.

Kenyataan adalah takdir dari sang pencipta alam. Itu adalah sebuah garis suci bernama takdir yang sudah ditetapkan. Kita, sang pengandai ulung yang tertabrak realita acap kali tidak mau menerima. Ekspektasi akan seperti ini, tapi realita mengajarkan hal yang bisa menguatkan diri dan jiwa.

Coba kita Lihat isi Kandungan surat  Al-Isra ayat 44

تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ ۚ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَٰكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ ۗ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا

“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Isra’: 44).

Ini bukan tentang tafsir ayat, melainkan sebuah perwujudan iman yang tertanam pada setiap kelopak bunga yang bermekaran.

Bunga yang mekar selalu butuh proses panjang. Layu tidaknya selalu mereka serahkan pada yang telah menciptakan.

Setiap kelopaknya yang bertasbih, setiap dedaunannya yang bertahmid dan akar-akarnya yang bertakbir adalah lambang keimanan.

Wujud tawakkal dari setangkai bunga untuk mekar.

Lantas atas dasar apa manusia ingkar? saat gagal mereka pasrah, berhasilnya mereka menjadi pongah. Lupa jika ada zat yang menjadi penentu dari segala usaha.

Iman boleh saja naik dan turun,   tapi jangan dihilangkan.  Selayaknya bunga yang tak peduli perihal layu dan mekar di suatu musim kelak, ia tetap tawakkal. Memasrahkan semua pada yang menciptakan.

Mengapa kita tak mengikuti jejak bunga yang baru saja mekar di bulan ketiga? Bibir kita basah oleh tasbih, gerakan tubuh kita bertakbir, pandangan mata kita bertahmid. Wujud tawakkal dari setiap usaha.

Berhasil atau tidaknya itu urusan belakangan. Hal terpenting ada zat yang kita dekatkan.Allah tuhan pencipta alam.

Layu sejenak tak apa, asal tak mati digerus kerusakan zaman yang tidak berkesudahan.


"FIGHT AND NEVER LOSE HOPE",

terus bertarung dan jangan pernah berhenti berharap. Karena, semua itu sudah ada guratan ketetapan. Kita hanya dituntun alam untuk terus berusaha, dan mempersiapkan itu semua dengan mimpi-mimpi kita.

Barangkali diantara kita banyak yang tidak terima, tapi untuk apa? Terima tidak terima, kita dituntut untuk terus bertahan, atau terkikis arus zaman yang selalu berkembang.

Barangkali diantara kita banyak yang putus asa, berpikir telah melangkah kearah yang salah dan melakukan hal yang sia-sia. Tapi bukan nya alam mengajarkan kita untuk mengambil hikmah dari setiap tapak langkah? Dari setiap air mata? Dari setiap keluh dan peluh? Dari setiap do'a-do'a?.

Barangkali diantara kita ada yang pernah jatuh, merasa tak berdaya diguncang realita yang belum mau untuk diterima.

Nyatanya ekspektasi memang tak se-"indah" realita.

Kenyataan membuat banyak perubahan pada diri kita, yang belum tentu dapat diubah dalam sebuah perandaian di isi kepala.

Ini realita kita. Suka tidak suka, terima tidak terima, kita harus siap untuk melangkah ke tapal jejak takdir kita selanjutnya.

Tetap semangat, takdir tak pernah jahat, semua sudah ada pada waktu yang tepat.


Penulis : Muhammad Jihad Jundulloh
Alumni Pondok Pesantren Darunnajah Cipining

Ads Place