Hasil daripada reformasi tahun 1998 yang diinisiasi oleh kalangan terpelajar atau yang sering kita sebut mahasiswa sedang mengalami pr...
Hasil daripada reformasi tahun 1998 yang diinisiasi oleh kalangan terpelajar atau yang sering kita sebut mahasiswa sedang mengalami proses inplementasi di ranah demokrasi. Adanya kebebasan masyarakat untuk berpendapat, tidak adanya lembaga yang superior, pembagian kekuasaan dengan sistem check and balances serta sistem Pemilihan Umum yang berasaskan langsung, umum, bersih, jujur dan adil menandakan proses demokrasi di Indonesia sedang berkembang. Sudah beberapa kali pemilihan umum di Indonesia diselenggarakan dengan hasil yang masih perlu beberapa perbaikan. Ditandai dengan masih adanya praktik jual beli dukungan partai politik, praktik suap menyuap, black campaign, dan seterusnya adalah suatu kondisi masyarakat Indonesia yang masih memerlukan kedewasaan dalam berdemokrasi. Kondisi ini perlu kita perhatikan secara seksama dan perlu proses penyelesaian secara bersama-sama terlebih pada tahun 2018 akan ada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota secara serentak di 171 daerah.
Konsep pemilihan kepala daerah secara serentak ini dilatarbelakangi agar adanya efisiensi anggaran, efektifitas penyelenggaraan pemilihan, dan adanya sinergitas antara pemerintahan provinsi dengan pemerintahan kabupaten atau kota yang ada dibawahnya. Sudah kita ketahui bersama bahwasanya dalam proses pemilihan kepala daerah memerlukan biaya yang tidak sedikit. Pembiayaan yang tidak sedikit tersebut seharusnya dapat diimbangi dengan kinerja calon terpilih ketika sudah menjabat sebagai kepala roda pemerintahan di suatu daerah. Untuk mencapai hal itu semua diperlukan adanya visi, misi dan program kerja dari masing-masing calon untuk meyakinkan para pemilih. Selain untuk meyakinkan pemilih hal tersebut juga berguna untuk pasangan calon agar merasa terawasi ketika mereka diamanahi oleh rakyat menjadi pemimpin di suatu daerah. Ini dirasa perlu sebagai kontrol sosial agar pemerintahan yang dijalankan berjalan dengan transparan dan akuntabel.
Kampanye
Dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota salah satu unsur yang terpenting adalah kampanye. Komisi Pemilihan Umum telah menetapkan jadwal kampanye untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2018 yaitu 116 (seratus enambelas) hari efektif. Dengan waktu yang telah ditentukan setiap pasangan calon dituntut untuk efektif dan efisien untuk melakukan kampanye, mengingat cakupan wilayah yang cukup luas. Dalam pemilihan kepala daerah kali ini segala sesuatunya telah diatur oleh KPU. Maka pasangan calon dihimbau agar selalu mentaati setiap ketentuan yang telah diatur apabila tidak ingin ditindaklanjuti oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
Pasal 1 angka 15 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 4 Tahun 2017 Tentang Kampanye Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Walikota menyatakan bahwa kampanye adalah kegiatan menawarkan visi, misi, program pasangan calon dan/atau informasi lainnya, yang bertujuan mengenalkan atau meyakinkan pemilih. Sejatinya dalam proses kampanye ini masyarakat diajak untuk ikut serta melakukan masukan-masukan kepada pasangan calon guna melakukan kritik yang membangun demi tercapainya masyarakat yang adil dan sejahtera.
Sistem kampanye sekarang menjadikan propaganda menjadi suatu bagian strategi kampanye politik yang normal dan dapat diterima. Sebab kegiatan propaganda politik dianggap sebagai alat persuasi masyarakat dengan cara membentuk opini publik ketika para tokoh politik melakukan publik hearing dengan masyakarat. Opini publik dapat diartikan sebagai akumulasi pendapat dari sejumlah orang tentang masalah-masalah yang dapat mempengaruhi suatu masyarakat. Untuk membentuk opini publik tersebut dibutuhkan proses komunikasi yang dapat mempengeruhi masyarakat di suatu daerah, tentunya dengan cara yang mudah diterima oleh masyarakat serta menggunakan saluran atau media yang tepat.
Kampanye memerlukan komunikasi yang berkesinambungan antara masyarakat dengan pasangan calon yang akan melakukan kontestasi dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur. Bangunan komunikasi tersebut harus terjalin sejak lama, jangan hanya ketika momentum pemilihan saja. Ketika hal itu terjadi maka masyarakat dijadikan objek politik, bukannya sebagai subjek politik. Apabila masyarakat dijadikan subjek politik maka masyarakat diajak untuk berdialektika memikirkan permasalahan yang ada disekitarnya. Sebagaimana arti dari komunikasi itu sendiri secara etimologis yang memiliki arti berpartisipasi atau memberitahukan. Jadi dapat diartikan bahwa komunikasi adalah proses seseorang memberikan pesan kepada orang lain agar orang tersebut mengetahui atau memiliki pandangan yang sama dengan seseorang yang membawa pesan. Pesan tersebut dapat disampaikan dengan berbagai cara, baik menggunakan lisan ataupun simbol.
Proses kampanye di zaman pesatnya kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi mendorong setiap orang untuk terus bergerak. Informasi dari setiap individu akan cepat sampai kepada individu lainnya dan terkoneksi dengan negara lainnya. Ini menjadikan suatu keunggulan dan bisa juga menjadi sebuah bencana bagi kita. Karena kemajuan tersebut apabila dibarengi oleh kedewasaan maka hal itu akan membawa efek positif bagi sekitarnya. Tidak terkecuali dalam kampanye, sering kita mendengar akhir-akhir ini adanya berita hoax yang disebarkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Ini mengakibatkan adanya ketidakpercayaan dari masyarakat untuk ikut serta dalam perumusan kebijakan yang difasilitasi pasangan calon pada saat kampanye.
Pendidikan Politik
Pendidikan politik bagi masyarakat sangat menarik dan sangat perlu untuk kaji bersama-sama. Seperti yang disebutkan dalam Pasal 31 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik menyebutkan bahwa pendidikan politik merupakan proses pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang pada gilirannya akan membangun etika dan budaya politik sesuai dengan Pancasila. Hal ini khususnya harus diimplementasikan di kalangan pemuda karena pemuda adalah generasi penerus bangsa yang diharapkan dapat mengejawantahkan nilai-nilai Pncasila dalam kehidupan sehari-hari. Ini berpengaruh pada pola perilaku masyarakat yang sadar akan politik dan akan berpartisipasi aktif membangun bangsa dan negara. Ini dikarenakan masyarakat adalah sumber daya yang perlu dikembangkan dan diaktualisasikan, juga perlu mendapatkan pendidikan politik yang wajar supaya mampu berpartisipasi. Seringkali masyarakat memandang politik sebagai kata-kata haram, dan setiap yang berkaitan dengan politik harus segera menjauhinya.
Partai politik sebagai organisasi yang berkewajiban memberikan pendidikan politik kepada masyarakat dituntut untuk selalu aktif dengan metode dua arah (dialogis) agar tercipta proses pendidikan politik yang menyadarkan dan mendewasakan. Proses pendidikan politik disini bukan hanya dimaknai sebagai proses sepihak ketika partai politik memobilisasi masyarakat untuk menerima nilai maupun simbol yang dianggapnya ideal. Pendidikan politik merupakan proses pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Masyarakat pada umumnya tidak mengetahui dan memahami apa hak dan kewajiban mereka sebagai warganegara. Mereka hanya hidup berdasarkan kepentingan mereka masing-masing dan tanpa peduli dengan hak dan kewajiban mereka. Padahal jika mereka menggunakan hak dan kewajiban mereka sebagai warganegara dalam partisipasi politik, mereka dapat turut serta mengubah pola pemerintahan yang ada pada negara yang dapat mempengaruhi hidup mereka.
Ketidaktahuan masyarakat akan berpolitik mencerminkan bahwa pendidikan politik tidak berperan secara maksimal dalam sebuah negara tersebut. Oleh karena itu, negara sangat berkepentingan dengan pendidikan warga negaranya, sehingga pendidikan harus diutamakan dan direncanakan dengan sebaik-baiknya. Masyarakat hanya perlu dibimbing dan diarahkan supaya mereka mempunyai keinginan untuk turut serta dalam aktivitas politik.
Keadaan saat ini apabila kita cermati secara seksama menunjukan kondisi sosio-kultural masyarakat Indonesia yang tidak percaya lagi kepada partai politik sebagai pemain utama dalam kontestasi politik. Akibat dari hal tersebut adalah tumbuh suburnya sikap apatis yang menganggap golput (tidak ikut memilih) ketika ada pemilu adalah sesuatu yang lumrah. Permasalahan ini diakibatkan gagalnya partai politik untuk memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Selain itu para anggota, pengurus, dan anggota legislatif dari partai politik tersebut tidak mencerminkan sebagai negarawan yang ingin membangun bangsa dan negaranya, melainkan perilakunya tak ubahnya seperti seorang penjahat negara. Mereka menjadikan masyarakat sebagai objek yang didominasi untuk keperluan sesaat partai politik. Masyarakat hanya dibutuhkan ketika momentum pemilu saja, selebihnya hanya menjadi penonton tanpa bisa memberikan masukan yang nyata.
Sebaiknya kita harus membenahi dari sumber permasalahan yang berada pada partai politik dan masyarakat itu sendiri. Partai politik dalam melakukan kaderisasi haruslah mempunyai mekanisma dan prosedur yang ketat. Untuk menjadi anggota ataupun pengurus partai politik seharusnya diberikan beberapa persyaratan khusus sesuai ideologi masing-masing partai politik selama tidak melanggar dengan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Ketika hal itu sudah diterapkan pada masing-masing partai politik yang akan berlaga pada pemilihan umum maka tugas partai yang membina dan mendidik kader partai guna menhasilkan output yang berkualitas. Kemudian para calon legislatif harus fokus memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Calon legislatif jangan hanya fokus kepada ambisi dirinya untuk menjadi anggota legislatif, sehingga melupakan peran mereka untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat. Kebanyakan hari ini para calon anggota legislatif lebih memperhatikan masalah ekonomi kerakyatan guna mencari simpati dari rakyat. Seharusnya mereka memberikan pengetahuan politik tentang arti pentingnya pemilu dan partisipasi rakyat dalam suatu pesta demokrasi yang akan mereka hadapi. Informasi mengenai arti pentingnya pemilu ini harus dijabarkan secara komprehensif sehingga masyarakat mendapatkan gambaran secara utuh, jangan sampai masyarakat digiring untuk ikut memberikan suaranya dengan gambaran yang hanya didapatkan dari spanduk, banner, dan sebagainya.
Faktor yang tak kalah pentingnya adalah mengenai kualitas dari masyarakat itu sendiri. Biasanya orang-orang yang tidak memberikan suaranya adalah orang-orang yang mempunyai kualitas pendidikan yang rendah. Seperti yang kita ketahui bahwa masih ada sebagian masyarakat Indonesia yang hanya lulusan Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Pertama. Tingkat pendidikan seseorang pastinya mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku orang tersebut. Selain pemerintah bertugas untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat Indonesia juga perlunya sikap kenegarawan dari setiap politisi untuk sama-sama memberikan pemahaman kepada masyarakat agar berpartisipasi secara aktif untuk membangun bangsa dan negara Indonesia. Oleh karena itu marilah kita sama-sama mensukseskan Pilkada serentak ini dengan pikiran yang jernih, hati yang tenang dan jiwa yang mendewasakan.
Penulis: Januar Solehuddin Kordinator Divisi Penindakan Pelanggaran
Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten Bandung.
Tidak ada komentar